Fiqih Pengurusan Jenazah Memandikan Dan Mengkafani Jenazah
Dalam Islam, Mengurus jenazah hukumnya fardhu kifayah. Untuk itu, umast islam hendaknya mengetahui tata cara memandikan dan mengkafani jenazah dengan benar. Salah satu kewajiban umat Islam dalam pengurusan jenazah adalah memandikan dan mengkafaninya. Mengingat pentingnya prosesi ini, setiap umat Islam sangat dianjurkan untuk mengetahui tata cara memandikan dan mengkafani jenazah, sebelum akhirnya menyolati dan menguburkannya.
Oleh karena itu, berikut ini kami sajikan secara lengkap uraian mengenai fikihpengurusan jenazah : memandikan dan mengkafani jenazah secara ringkas beserta dalil-dalil dan keterangan dari para ulama.
1. Dianjurkan memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia
Dalil hadits dari Ummu Salamah Hindun bintu Abi Umayyahradhiallahu’anha, ia mengatakan:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah meninggal, ketika itu kedua matanya terbuka. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pun memejamkan kedua mata Abu Salamah dan bersabda: “Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya” (HR. Muslim no. 920).
Ulama ijma bahwa memejamkan mata mayit hukumnya sunnah.
Ketika memejamkan mata jenazah tidak ada dzikir atau doa tertentu yang berdasarkan dalil yang shahih.
2. Mendo’akan kebaikan kepada mayit
Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa sallamsetelah memejamkan mata Abu Salamah, beliau berdo’a:
“Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya dan jadikan ia termasuk orang-orang yang mendapatkan petunjuk, dan berilah ganti yang lebih baik bagi anak keturunannya, dan ampunilah kami dan dia wahai Rabb semesta alam, luaskanlah kuburnya dan terangilah” (HR. Muslim no. 920).
Atau boleh juga doa-doa lainnya yang berisi kebaikan untuk mayit.
3. Mengikat dagunya agar tidak terbuka
Syaikh Abdullah bin Jibrinrahimahullahmengatakan:
“Ketika mayit meninggal [ditutup mulutnya] yaitu karena dikhawatirkan mulutnya terbuka ketika dimandikan dan ketika dipersiapkan. Sehingga hendaknya ditutup sampai bersatu antara gigi dan mulutnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Adapun tata caranya longgar, biasanya dengan menggunakan kain yang lebar dan panjang diikat melingkar dari dagu hinggake atas kepalanya, sehingga agar mulutnya tertahan dan tidak bisa terbuka.
4. Menutupnya dengan kain
Berdasarkan hadits dari ‘Aisyahradhiallahu’anha, beliau mengatakan:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau wafat, beliau ditutup dengan kain hibrah (sejenis kain Yaman yang bercorak)” (HR. Bukhari no. 5814, Muslim no. 942).
5. Dianjurkan bersegera mempersiapkan mayit untuk dikubur
Dari Abu Hurairahradhiyallahu anhu, bahwasanya RasulullahShallallahu’alaihi Wasallambersabda:
“Percepatlah pengurusan jenazah. Jika ia orang yang shalih di antara kalian, maka akan jadi kebaikan baginya jika kalian percepat. Jika ia orang yang bukan demikian, maka keburukan lebih cepat hilang dari pundak-pundak kalian” (HR. Bukhari no. 1315, Muslim no. 944).
Memandikan mayit hukumnyafardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbasradhiallahu’anhu, beliau berkata:
“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
2. Siapa yang memandikan mayit?
Yang memandikan mayit hendaknya orang yang paham fikih pemandian mayit. Lebih diutamakan jika dari kalangan kerabat mayit. Sebagaimana yang memandikan jenazah NabiShallallahu’alaihi Wasallamadalah Aliradhiallahu’anhudan kerabat Nabi.
Dan wajib bagi jenazah laki-laki dimandikan oleh laki-laki. Demikian juga jenazah wanita dimandikan oleh wanita. Karena Kecuali suami terhadap istrinya atau sebaliknya. Hal ini dikarenakan wajibnya menjaga aurat.
Kecuali bagi anak yang berusia kurang dari 7 tahun maka boleh dimandikan oleh lelaki atau wanita.
3. Perangkat memandikan mayit
Perangkat yang dibutuhkan untuk memandikan mayit diantaranya:
* Sarung tangan atau kain untuk dipakai orang yang memandikan agar terjaga dari najis, kotoran dan penyakit
* Masker penutup hidung juga untuk menjaga orang yang memandikan agar terjaga dari penyakit
* Spon penggosok atau kain untuk membersihkan badan mayit
* Kapur barus yang sudah digerus untuk dilarutkan dengan air
* Daun sidr (bidara) jika ada, yang busanya digunakan untuk mencuci rambut dan kepala mayit. Jika tidak ada, maka bisa diganti dengan sampo
* Satu ember sebagai wadah air
* Satu embar sebagai wadah air kapur barus
* Gayung
* Kain untuk menutupi aurat mayit
* Handuk
* Plester bila dibutuhkan untuk menutupi luka yang ada pada mayat
* Gunting kuku untuk menggunting kuku mayit jika panjang
4. Cara memandikan mayit
* Melemaskan persendian mayit
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
“Adapun melemaskan persendian, hikmahnya untuk memudahkan ketika dimandikan. Caranya dengan merentangkan tangannya lalu ditekuk. Dan direntangkan pundaknya lalu ditekuk. Kemudian pada tangan yang satunya lagi. Demikian juga dilakukan pada kaki. Kakinya pegang lalu ditekuk, kemudian direntangkan, sebanyak dua kali atau tiga kali. Sampai ia mudah untuk dimandikan” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Dan hendaknya berlaku lembut pada mayit.
* Melepas pakaian yang melekat di badannya
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
“[Dilepaskan pakaiannya] yaitu pakaian yang dipakai mayit ketika meninggal. Disunnahkan untuk dilepaskan ketika ia baru wafat. Kemudian ditutup dengan rida (kain) atau semisalnya” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/424).
Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas.
Cara melepaskan pakaiannya jika memang sulit untuk dilepaskan dengan cara biasa, maka digunting hingga terlepas.
* Menutup tempat mandi dari pandangan orang banyak
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
“Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak terlihat oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh dimandikan di hadapan orang-orang banyak” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil Mukhtasharat, 1/428).
Kemudian mayit ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu dari pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.
Disebutkan dalamMatan Akhsharil Mukhtasharat:
“Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup. Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk. Kemudian tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya. Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air. Kemudian lakukanlah wudhu pada mayit. Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara. Dan juga pada badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan. Juga disunnahkan melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih diulang terus hingga bersih. Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya dan disunnahkan air kapur barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir rambutnya dan memotong kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”.
* Yang wajib dalam memandikan mayit adalah sekali. Disunnahkan tiga kali, boleh lebih dari itu jika dibutuhkan
* Bagi jenazah wanita, dilepaskan ikatan rambutnya dan dibersihkan. Kemudian dikepang menjadi tiga kepangan dan diletakkan di bagian belakangnya. Sebagaimana dalam hadits Ummu Athiyyah di atas
Apabila tidak ada air untuk memandikan mayit, atau dikhawatirkan akan tersayat-sayat tubuhnya jika dimandikan, atau mayat tersebut seorang wanita di tengah-tengah kaum lelaki, sedangkan tidak ada mahramnya atau sebaliknya, maka mayat tersebut di tayammumi dengan tanah (debu) yang baik, diusap wajah dan kedua tangannya dengan penghalang dari kain atau yang lainnya.
RasulullahShallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah dia mandi. Dan barangsiapa yang memikul jenazah, maka hendaklah dia wudhu“. (HR Abu Dawud no. 3161 dihasankan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz no. 71).
Janin yang mati karena keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan, maka dimandikan dan dishalatkan. Jika 4 bulan atau kurang maka tidak perlu. Berdasarkan hadits dari Al Mughirah bin Syu’bah secara marfu’:
“Janin yang mati keguguran, dia dishalatkan dan dido’akanampunan dan rahmat untuk kedua orang tuanya” (HR. Abu Dawud no. 3180, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
Hukum mengkafani mayit
Mengkafani mayit hukumnya sebagaimana memandikannya, yaitu fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari untanya, di dalam hadits tersebutNabi Shallallahu’alaihi Wasallambersabda:
“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain” (HR. Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah sekedar menutup seluruh tubuhnya dengan bagus. Adapun yang selainnya hukumnya sunnah. Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak ditutup kepalanya.
Kriteria kain kafan
1. Kain kafan untuk mengkafani mayit lebih utama diambilkan dari harta mayit.
Dan semua biaya pengurusan jenazah lebih didahulukan untuk diambil dari harta mayit daripada untuk membayar hutangnya, ini adalah pendapat jumhur ulama.
2. Memakai kain kafan berwarna putih hukumnya sunnah, tidak wajib.
RasulullahShallallahu’alaihi Wasallambersabda:
“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah mayit dengan kain warna putih. Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994, dishahihkan Al Albani dalamShahih Al Jamino.1236).
3. Disunnahkan menggunakan tiga helai kain putih.
Dari ‘Aisyahradhiallahu’anhaia berkata:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).
4. Kafan mayit wanita
Jumhur ulama berpendapat disunnahkan wanita menggunakan 5 helai kain kafan. Namun hadits tentang hal ini lemah. Maka dalam hal ini perkaranya longgar, boleh hanya dengan 3 helai, namun 5 helai juga lebih utama.
5. Kafan untuk anak kecil
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
“Mayit anak kecil cukup dengan gamis dan dua lapis kafan” (Ad Durar Al Mubtakirat, 1/438).
6. Tidak diharuskan kain kafan dari bahan tertentu
Tidak ada ketentuan jenis bahan tertentu untuk kain kafan. Yang jelas kain tersebut harus bisa menutupi mayit dengan bagus dan tidak tipis sehingga menampakkan kulitnya. Disunnahkan memberi wewangian pada kain kafan.
teknis mengkafani mayit adalah sebagai berikut:
1. Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada jumlah tali yang ditentukan syariat, perkaranya longgar.
2. Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.
3. Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur maka dengan minyak wangi atau semisalnya.
4. Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama
5. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua
6. Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua
7. Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga
8. Letakkan mayit di tengah kain
9. Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
10. Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
11. Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan ke kiri
12. Ikat dengan tali yang ada