Buku Panduan Pelayanan Medik Papdi 2022
45 Buruk
18,5-22, , > 126 > > 200 > 25
> 8
> 240 > > 140/ KOMPLIKASI A. Akut: • Ketoasidosis diabetik • Hiperosmolar non ketotik • Hipoglikemia B. Kronik: • Makroangiopati: – Pembuluh koroner – Vaskular perifer – Vaskular otak •
Mikroangiopati; – Kapiler retina – Kapiler renal • Neuropati • Gabungan: – Kardiopati: penyakitjanting koroner, kardiomiopati • Rentan infeksi • Kaki diabetik • Disflingsi ereksi
PROGNOSIS Dubia
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam Metabolik Endokrinobgi
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi
Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
•
RS non pendidikan; Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.
REFERENSI 1. 2. 3.
4.
PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2002. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe
2. 2002. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification ofDiabetes MelUtus. Report o f The Expert Committee on The Diagnosis and Classification o f Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Jan 2003;26(Suppl. ]):S5-20. ‘�uyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a p-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From Mo¬ lecular to Clinic. Jakrta, 2-3 Nov 2002.Simposium Current Treatment in Internal Medi¬ cine 2000. Jakarta,11-12
November 2000:185-99.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI TIROTOKSIKOSIS PENGERTIAN Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Tirotoksikosis dibagi dalam 2 kategori:
1. 2.
Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme Kelainan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroiditis, penyakit trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya
keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma [multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obatanti-tiroid, terapi I’�\ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, pemyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.
DIAGNOSIS Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas,
banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore / amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit. Gambaran klinis penyakit Graves: struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/ eksoftalmus, dermopati lokal, akropaki Laboratorium: TSHs rendah, meningkat
atau fT� tinggi. Pada
toksikosis;
atau fT�
Penderita yang dicurigai krisis tiroid • Anamnesis: Riwayat penyakit
hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea • Pemeriksaan fisik: – Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain – Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma – Demam tinggi sampai 40�C – Takikardia sampai x/menit Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus Metabolik Endokrinobgi •
•
Laboratorium: TSHs sangat rendah, / fT� / tinggi, anemia normositik normokrom,
limfositosis relatif, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal EKG: sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.
DIAGNOSIS BANDING •
•
Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow) Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme: tiroiditis subakut, tiroiditis silent,
destruksi
•
tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia) Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional
PEMERIKSAAN •
• • •
PENUNJ ANG
Laboratorium: TSHs, T� atau fT�, T3, atau fT�, TSH RAb, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) Sidik Tiroid /
thyroidscan: terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa EKG Foto toraks
TERAPI Tata laksana Penyakit Graves: ObatAntitiroid • Propiltiourasil (PTU) dosis awal mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari. • Metimazol dosis awal 20 – 30 mg / hari. • Indikasi: – Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tirotoksikosis – Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan
atau sesudah pengobatan yodium radioaktif – Persiapan tiroidektomi – Pasien hamil, lanjut usia – Krisis tiroid Penyekat adrenergik P pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis mg dalam4 dosis. Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT� TyT3 dan TSHs.Setelah tercapai eutiroid, obat
antitiroid dikuxangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama bulan, Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps. Panduan Pelayanan Medik PAPDI Tindakan bedah Indikasi:• Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid •
Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi • Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif • Adenoma toksik, struma multinodosa toksik • Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Radioablasi Indikasi; • Pasien berusia > 35 tahun
• • • •
Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid Adenoma toksik, struma
multinodosa toksik
Tatalaksana Krisis tiroid: (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid) 1. Perawatan suportif: • Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen) • Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; infus Dextrose 5%danNaC10,9% • Mengatasi gagal jantung: diuretik, digitalis 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid; • Blokade produksi hormon tiroid; PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO. Altematif; Metimazol mg tiap 4 jam PO. Pada keadaan sangat berat; dapat diberikan
melalui pipa nasogastrik (NOT) PTU 600 — 1.000 mg atau metimazol mg. • Blokade ekskresi hormon tiroid:Solutio Lugol saturatedsolution ofpotas¬ sium iodida) 8 tetes tiap 6 jam • Penyekat P; Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target: firekuensi jantung
KOMPLIKASI
• •
Penyakit Graves; penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas
PROGNOSIS
• •
Dubia ad bonam. Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam MetabotDc
Endoknnobgi
sUNIT YANG MENANGANI • •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
•
•
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan Departemen Neurologi, Radiologi/Kedokteran nuklir, Patologi Klinik, Bedah/tumor. RS non pendidikan: Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Radiologi, dan Bedah.
REFERENSI 1. Sumual
A, Pandelaki K. Hipertiwidisme. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbH FKULp. . 2. Jameson JL, Weetman AP Disorders o f the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15’� ed. New York: McGraw-HiU:2001 .p. . 3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di BidangIlmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16April
2000:78-82. 4. Suyono S, Subekti /. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003. 5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI KETaASIDOSlS�DIABETIKUM P E N G E RTI A N Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, pengguna an obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.
DIAGNOSIS Klinis; • Keluhan poliuri, polidipsi • Riwayat berhenti menyuntik insulin • Demam / infeksi • Muntah • Nyeri perut • Kesadaran: kompos mentis, delirium, koma • Pemapasan cepat dan dalam
(Kussmaul) • Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering) • Dapat disertai syok hipovolemik Kriteria diagnosis: Kadar glukosa
pH HC03Anion gap Keton serum
>250mg/dL
PIAGNOSiSI BANDING Ketosis diabeti�hiperglikemi hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat,
asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan cito; gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG Pemantauan: • Gula darah: tiapjam, • CI”: tiap 6 jam selama24 jam, selanjutnya sesuai keadaan. Na�, • Analisis gas darah: bilapH 7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil. Metabolik
Endokrinobgi
Pemeriksaan lain (sesuai indikasi); kultur darah, kultur urin, kultur pus
�
TERAPI Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way: L Cairan: • NaCl 0,9 % diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 Lpadajamkelimadan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan. • Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L. • Jika Na”� > 155 mEq/L —> ganti cairan dengan NaCl 0,45
%. • Jika GD
BL
Insulin (regular insulin = RI): • Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan • RI bolus 180mU/kgBB IV, dilanjutkan: • RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9% • Jika GD RI drip 45 mU/kgBB/j am dalam NaCl 0,9% • JikaGDstabil mg/dLselama 12jam �RI drip l-2U/jamIV,disertai sliding scale setiap 6 jam: GD � RI (mg/dL) (Unit, subkutan) > • Jika kadar GD ada yang dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).
nL Kalium • Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq / 6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat. • Bila kadar pada pemeriksaan elektrolit
kedua: dripKCI 50mEq/6jam — —> 4,5 6,0 dripKCl 25mEq/6jam > 6,0 drip dihentikan • Bila sudah sadar, diberikan oral selama seminggu. IV. Natrium bikarbonat TatalaksanaUmum: • Oksigen bila PO� ada KID satau hiperosmolar (>380 mOsm/L) Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis; • Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pemapasan, temperatur setiap jam, • Kesadaran setiap jam, • Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam, • Produksi urin setiap j am, balans cairan • Cairan infus yang masuk setiap jam, Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).
KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia,
hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia
PROGNOSIS Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.
WEWENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu
Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik RS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik
REFERENSI PERKENl. PetunjukPraktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002. Waspadji S. Kegawatanpada Diabetes Melitus. In: Presiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, April 2000:83-8. 3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta, April 2000:89-96. 4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Management o f Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes. Diabetes Care, Jan
J. 2. ;24(1):131-5L Metabolik Endokrinologi
HIPOGUKEMIA PENGERTIA U Hipoglikemiaadalahkeadaandimanakadarglukosadarah obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral • Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca persalinan • Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat • Kegiatan jasmani berlebihan.
DIAGNOSIS Gejala dan tanda klinis : • Stadium parasimpatik; lapar, mual, tekanan darah turun • Stadium gangguan otak ringan; lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara • Stadium simpatik; keringat dingin pada muka, bibir atau
tangan gemetar • Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang Anamnesis: • Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis. • Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi • Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya • Lama menderita DM, komplikasi DM • Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll • Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik P, dll. Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah,
frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum: 1, Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2 Kadar glukosa plasma rendah 3. Gejala’mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat
DIAGNOSIS BANDING Hipoglikemia karena • Obat: – (sering): insulin, sulfonilurea, alkohol, (kadang): kinin, pentamidine (jarang): salisilat, sulfonamid • Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, kelainan sel P jenis lain, sekretagogue
Panduan Pelayanan Medik PAPDI • • • • (sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik Penyakit kritis: gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisi Defisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin Tumor non-sel P: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol
PEMERIKSAAN
PEN UNJ ANQ
Kadar glukosa darah (GD), tes flingsi
ginjal, tes fungsi hati, C-peptide
TERAPI Stadium permulaan (sadar) • Berikan gula mumi 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula mumi (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
• • • •
mengandung karbohidrat Hentikan obat hipoglikemik sementara, Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar) Cari penyebab
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga
hipogUkemia): 1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 %per infus, 6jamperkolf, 3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer: • Bila GDs + bolus Dekstrosa40 % 50 mL IV • Bila GDs + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV 4, Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % : • Bila GDs + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IV • Bila GDs —> + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV • Bila GDs mg/dL—> tanpa bolus Dekstrosa 40 % • Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa
10% Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %. 6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol
sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %. 7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam: GD � RI (mg/dL)_(Unit, subkutan) . MetBbolik Endokiinobgi
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV / IM (bila
penyebabnya insulin) 9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL: Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12jamatauDeksametason lOmg IVbolus dilanjutkan2 mgtiap 6jamdan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap6-8jam. Can penyebab lain penurunan kesadaran menurun
KOMPLIKASI Kerusakan otak, koma, kematian
PROGNOSIS Dubia.
WEWENANG •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan;
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICU RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, ICU
R E FE R E N S I : PERKENL Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Melitus. Dalam
Presiding Simposium Penatalaksanaan 2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, April 2000:83-8. 3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons Principles o f Internal MedicineJ 5’� ed. New York: McGrawHill: 2001.p. . /. Panduan Pelayanan Medik PAPDI
D I S L I PI D E M I A PENGERTIAN Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan atau penurunan)
fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: Hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia
DIAGNOSIS Klasifikasi kadar kolesterol:
Kolesterol LDL:
Klasifikasi: Kolesterol total:
Kolesterol HDL
190mg/dL
Optimal Hampir optimal Borderline tinggi Tinggi Sangat tinggi mg/dL
Idaman Borderline tinggi Tinggi
60 mg/dL
Rendah Tinggi
Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung koroner (PJK), perlu diperhatikan faktorfaktor risiko lainnya: • Faktor risiko positif:
Merokok – Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun) Kolesterol HDL rendah – Hipertensi ( TD > 140/90 atau dalam terapi antihipertensi) – Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga {first degree: pria 2
faktor risiko, meliputi: umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam 10 tahun. Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari: Metabolik EndokrinolDgi • • •
Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri
karotis yang simptomatis, Diabetes Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20 %.
Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida: Obesitas, berat badan lebih Inaktivitas fisik Merokok Asupan alkohol berlebih Diet tinggi karbohidrat ( > 60 % asupan energi), Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik Obat: kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat
adrenergik-beta dosis tinggi Kelainan genetik (riwayat keluarga)
Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal : 500 mg/dL : Sangat tinggi
DIAGNOSIS BANDING
•
•
•
Hiperkolesterolemia sekunder , karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide) HipenriHliseridemia sekunde r,
karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis, kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid� thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik, gammopatimonoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: inhibitor protease HDL rendah sekunder , karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat betasteroid anabolik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Skrining dianjurkan
pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekah: Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fiingsi hati, urin lengkap, tes flingsi ginjal, TSH, EKG
TERAPI Untuk hiperkolesterolemia: Penatalaksanaa n Non-famiakolopi s (Perubahan Gaya Hidup): • Diet, dengan komposisi: – Lemakjenuh
Karbohidrat Protein
Serat Kolesterol – 60 % kalori total hingga 15 % kalori total g / h a r i
Latihanjasmani Penurunan berat badan bagi yang gemuk Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan. • Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid
nabati, tingkatkan konsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien. • Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihanjasmani.
Terapi Farmakologis: • Golongan statin: – Simvastatin 5-40 mg – Lovastatin 10-80mg – Pravastatin 10-40mg – Fluvastatin 20-80mg – Atorvastatin 1 0 – 8 0 m g ♦ Golongan bile acid sequestrant. – Kolestiramin 4 – 16 g •
Golongan nicotinic acid: – Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 – 3 g Target Kolesterol LDL (mg/dL) : Target Kadar LDL Kategori LDL untuk mulai PGH Risiko 100 PJK atau Ekivalen PJK ( : opsional) (FRS > 20 %) 130 Faktor risiko > 2 (FRS 160 Faktor risiko Kadar LDL untuk mulai terapi farmakologis 130 >130 (FRS 10-20% ( : opsional) >190 ( : opsional)
Terapi hiperkolesterolemia untuk
pencegahan primer, dimulai dengan statin atau bile acid sequestrant atau nicotinic acid. Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai; intensifkan/ naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan, 28
Metabolik Endokrinobgi
Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL. Pasien dengan hipertrigliseridemia: • Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas. • Penatalaksanaaan farmakologis:
Target terapi: – Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. – Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder
adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel di atas). – Pendekatan terapi obat: 1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau 2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari: • Gemfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg • Fenofibrat 1 x 200 mg Penyebab primer dari dislipidemia sekunder Juga hams ditatalaksana.
KOMPLIKASI Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut
PROGNOSIS Dubia ad Bonam
WEWE NANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan peserta PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokrinologi / Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, Gizi RS non pendidikan:
Bagian Patologi Klinik, Gizi
REFERENSI 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pa da Diabetes Melitus di Indonesia. 1995. 2.
Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary o f the Third Report o f the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment o f High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19): .
29
Panduan Pelayanan Medik PAPDI 3. Semiardji G National Cholesterol Education Program – Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Slang Klinik Bagian Metabolik Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002. 4. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15’� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. . 5. Suyono S. Terapi Dislipidemia,
Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan? Prosiding Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November 2000:185-99. MetaboUk Endokrindogi
STRUMA NODOSA NON TOKSIK PENGERTIAN Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.Berdasarkan jumlah nodul, dibagi: • Struma mononodosa non toksik • Struma multinodosa non toksik Berdasarkan kemampuan menangkap iodium
radioaktif, nodul dibedakan menjadi: nodul dingin, nodul hangat, nodul panas Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi; nodul lunak, odul kistik, nodul keras, nodul sangat keras
DIAGNOSIS Anamnesis: • Sejak kapan benjolan timbul
• • •
Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap Cara membesamya: cepat, atau lambat Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja
• • • • • •
Riwayat keluarga Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda Perubahan suara Gangguan menelan, sesak napas Penurunan berat badan Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik: • Umum • Lokal: – Nodul tunggal atau majemuk, atau difus – Nyeri tekan – Konsistensi – Permukaan – Perlekatan pada j aringan sekitamya – Pendesakan atau pendorongan trakea – Pembesaran kelenjar getah bening regional
–
Pemberton � sign
Penilaian risiko keganasan; Anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid: • Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak
Panduan Pelayanan Medik PAPDI • • • • • Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun. Gejala hipo atau hipertiroidisme. Nyeri berhubungan dengan nodul. Nodul lunak, mudah digerakkan. Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid: • Umur 70 tahun • Gender laki-laki • Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan napas • Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu – bulan) • Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa Quga meningakatkan insiden penyakit nodul tiroidjinak) • Riwayat keluarga kanker tiroid meduler • Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan •
Paralisis pita suara, • Temuan limfadenopati servikal • Metastasis jauh (paru-paru, dll) LangkahdiagnostikI: TSHs, FT4
Hasil; Non-toksik —> Langkah dia��ostik II: BAJAH nodul liroid Hasil: A. Ganas B. Curiga C. Jinak D. Tak cukup/sediaan tak representatif(dilanjutkan di kolom Terapi)
DIAGNOSISI BANDING
•
Struma nodosa yang terjadi pada peningkatan kebutuhan terhadap tiroksin saat masa pertumbuhan, pubertas, laktasi, menstruasi, kehamilan, menopause, infeksi, stres
lain. Tiroiditis akut Tiroiditis subakut Tiroiditis kronis: limfositik (Hashimoto), fibrous-invasif (Riedel) Simple goiter Struma endemik Kista tiroid, kista degenerasi Adenoma Karsinoma tiroid primer, metastatik Limfoma
PEMERIKSAAN! P E NUNJANG Laboratorium: T4 atau fT4, T3, dan TSHs Biosi aspirasi jarum halus (BAJAH) nodul tiroid: – Bila hasil laboratorium: non-toksik – Bilahasillab. (awal) toksik, tetapi hasil scan: menjadi eutiroid, 32
•
•
• •
syarat:
sudah
Metabolik EndokmiolDgi
USGtiroid; – Pemantau kasus nodul yang tidak dioperasi – Pemandu pada BAJAH Sidik tiroid: – Bila klinis: ganas, tetapi hasil sitologi dengan BAJAH (2 kali): jinak, – Hasil sitologi dengan BAJAH: curiga ganas Petanda keganasan tiroid (bila ada riwayat keluarga dengan karsinoma tiroid medular, diperiksakan kalsitonin) Pemeriksaan antitiroglobulin bila TSHs meningkat, curiga penyakit Hashimoto.
TERAPI Sesuai hasil BAJAH, maka terapi: A- Ganas —>
Operasi Tiroidektomi near-total B, Curiga —> Operasi dengan lebih dahulu melakukan potong beku (VC): Bila hasil = ganas —> Operasi Tiroidektomi near-total. Bila hasil = jinak—> Operasi Lobektomi, atau Tuo\dQVXom\ near-total. —� Altematif: Sidik tiroid. Bila hasil = cold nodule —> Operasi C. Tak cukup/sediaan tak representatif • Jika nodul Solid (saat BAJAH): ulang BAJAH. Bila klinis curiga ganas tinggi —> Operasi Lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah Observasi Jika
nodul Kistik (saat BAJAH): aspirasi. Bilakistaregresi —> Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas rendah —> Observasi Bila kista rekurens, klinis curiga ganas tinggi —> Operasi Lobektomi D. Jinak —> terapi dengan Levo-tiroksin (LT4) dosis subtoksis. • dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug (3 hari), • dilanjutkan 3 x 25 ug (3 4 hari), • bila tidak ada efeksamping atau tandatoksis: dosis- menjadi2x lOOug sampai 4 – 6 minggu, kemudian evaluasi TSH (target 0,1 – 0,3 ulU/L) • supresi
TSH dipertahankan selama 6 bulan • evaluasi dengan USG: apakah nodul berhasil mengecil atau tidak (berhasil bila mengecil > 50% dari volume awal) – Bila nodul mengecil atau tetap —> L-tiroksin dihentikan dan diobservasi: – Bila setelah itu struma membesar lagi, maka L-tiroksin dimulai lagi (target TSH 0,1-0,3 uIU/L). – Bila setelah l-tiroksin dihentikan, struma tidak berubah, diobservasi saja. – Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi —> obat dihentikan dan operasi
Tiroidektomi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi —> hasil PA: – Jinak: terapi dengan L-tiroksin: target TSH 0,5-3,0 uIU/L – Ganas: terapi dengan L-tiroksin – Individu dengan risiko ganas tinggi: •
Panduan Pelayanan Medik PAPDI – target TSH
KOMPLIKASI Umumnya tidak ada, kecuali ada infeksi seperti pada tiroiditis akut / subakut
PROGNOSIS Tergantung jenis nodul, tipe
histopatologis.
WEWE NANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam- Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan : Departemen Patologi Klinik, Radiologi / Radiodiagnostik/ Kedokteran nuklir, Bedah Tumor, Patologi Anatomik RS
non pendidikan: Bagian Radiologi, Bedah, Patologi klinik, Patologi Anatomik
R E FE R E N S I I. Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. . 2. Suyono S. Pendekatan Pasien dengan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW, Effendy S, Setiati S, Gani RA, Alwi I, eds. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam; }997.p. 207J3. 3.
Subekti I Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, GaniRA, MansjoerA ,eds. PedomanDiagnosis dan TerapidiBidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.187-9. 4. Soebardi S. Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003. 5. Jameson JL, Weetman AP. Disorders of the Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL,
Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 15’� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. . Metabolik Endokrinologi
KISTA TIROID PENGERTIAN Kista tiroid adalah nodul kistik pada jaringan tiroid, merupakan 10 – 25% dari seluruh nodul tiroid.Insidens keganasan pada nodul kistik kurang dibandingkan nodul solid. Pada nodul kistik kompleks masih mungkin merupakan suatu keganasan. Sebagian nodul kistik mempunyai bagian yang solid.
DIAGNOSIS Anamnesis •
Sejakkapanbenjolantimbul • Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetap • Cara membesamya: cepat, atau lambat • Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja • Riwayat keluarga • Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/muda • Perubahan suara • Gangguan menelan • Sesak napas • Penurunan berat badan
•
Keluhan tirotoksikosis
Pemeriksaan fisik: • Umum • Lokal: Nodus tunggal atau majemuk, atau
difus – Nyeri tekan – Konsistensi: kistik Permukaan – Perlekatan pada jaringan sekitamya – Pendesakan atau pendoiongan trakea – Pembesaran kelenjar getah bening regional – Pemberton’s sign Penilaian risiko keganai�an: Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid: • Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak • Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.
• Gejala hipotiroidisme atau hipertiroidisme. • Nyeri berhubungan dengan nodul. • Nodul lunak, mudah digerakkan. • Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid: • Umur 70 tahun • Gender laki-laki • Nodul disertai disfagia, serak, atau obstruksi jalan napas • Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu bulan) • Riwayat
radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa meningkatkan insidens penyakit nodul tiroid jinak) • Riwayat keluarga kanker tiroid modular • Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkanParalisis pita suara, • Temuan limfadenopati servikal • Metastasis jauh (paru-paru, dll) Langkahdiagnostikawal: TSHs, FT4 BilaHasil :Nontoksik � Langkah diagnostik II: —> Pungsi aspirasi kista dan BAJAH bagian solid dari kista tiroid
DIAGNOSIS BANDING Kista tiroid,
kista degenerasi, karsinoma tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG •
USG tiroid:
dapat membedakan bagian padat dan cair, – dapat untuk memandu BAJAH: menemukan bagian solid. = gambaran USG kista kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dinding tipis. Sitologi cairan kista dengan prosedur sitospin. Biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH): pada bagian yang solid.
• •
TERAPI Pungsi aspirasi seluruh cairan kista: • Bila kista regresi —> Observasi • Bila kista
rekurens, klinis kecurigaan ganas rendah —> pungsi aspirasi dan observasi • Bila kista rekurens, klinis kecurigaan ganas tinggi operasi lobektomi
KOMPLIKASI Tidak ada.
PROGNOSIS Dubia ad bonam, tergantung tipe dan jenis histopatologinya. Metabolik Endokrinologi
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS
pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Metabolik Endokrinologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah tumor RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Bedah
REFERENSI Kariadi SHKS. Struma Nodosa Non-Toksik. Dalam Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;.p. . 2. Suyono S. Pendekatan Pasien
dertgan Struma. Dalam Markum HMS, Sudoyo HAW, EffendyS, SetiatiS, GaniRA, Alwileditors. NaskahLengkapPertemuanllmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 1997. Jakarta:Departemen Ilmu Penyakit Dalam; 1997.p. . 3. Subekti I. Struma Nodosa Non-Toksik (SNNT). In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I. Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A,editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. 187-9. 4. Soebardi S.
Pemeriksaan Diagnostik Nodul Tiroid. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003. 1. .2 KARDIOLOGI
K�diologi
BRADIARITMIA PENGERTIAN Bradiaritmia adalahperlambatan denyut jantung di bawah 50 kali/menit yang dapat disebabkan oleh disfungsi sinus node, hipersensitivitas/ kelainan sistem persarafan dengan dan atau adanya gangguan konduksi atrioventrikular. Dua keadaan yang sering ditemukan:
1. 2.
Gangguan pada sitms node (sick
sinus syndrome) Gangguan konduksi atrioventrikular/blokAV AVblock) :blokAVderajatsatu, blokAVderajatdua, blokAV total.
DIAGNOSIS Gangguan pada sinus node sick sinus syndrome) Keluhan: • Penurunan curah jantung yang bermanifestasi dalam bentuk letih, pening, limbung, pingsan • Kongesti pulmonal dalam bentuk sesak napas • Bila disertai takikardia disebut braditakiaritmia; terdapat palpitasi, kadang-kadang disertai angina pektoris atau sinkop (pingsan) • Dapat pula menyebabkan
kelainan/perubahan kepribadian, lupa ingatan, dan emboli sistemik EKG: • EKG monitoring baik selama dirawat inap di RS maupun dalam perawatan jalan (ambulatory/holter ECG monitoring), dapat menemukan kelainan EKG berupa bradikardia sinus persisten. BlokAV • BlokAV Derajat Satu Irama teratur dengan perpanjangan interval PR melebih 0,2 detik
I -�lok AV Derajat dua
Mobitz tipe I Wenckebach)� Gelombang P bentuk normal dan irama atrium yang teratur, pemanjangan PR secara progresif lalu
terdapat gelombang P yang tidak dihantarkan, sehingga terlihat interval RR memendek dan kemudian siklus t�rsebutberulang kembali
–
Mobitz tipe II, Irama atrium teratur dengan gelombang P normal. Setiap gelombang P diikuti gelombang QRS kecuali yang tidak dihantarkan dan bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut yang tidak dihantarkan. Irama QRS bisa teratur atau tidak teratur tergantung pada denyut yang tidak dihantarkan. Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan teijadi pada
berkas his, namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas bila hambatan ini pada cabang berkas Panduan Pelayanan Medik PAPDI •
BlokAV Total Comply A\�Block): terjadi hambatan total konduksi antara atrium dan ventrikel. Atrium dan ventrikel masing-masing mempunyai frekuensi sendiri (frekuensi ventrikel
DIAGNOSIS I
BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG •
EKG 12 sadapan, Rekaman EKG 24 jam (Holler ECG Monitor), Ekokardiografi, Angiografi koroner, Pemeriksaan elektrofisiologi (Electrophysiology Study)
TERAPI Gangguan pada sinus node (sick sinus syndrome) Pada keadaan gawat darurat berikan sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total (0,04 mg/ kgBB) jika tidak tidak ada respons berikan drip isoproterenol mulai dengan dosis 1 ug/menit sampai 10 ug/kg /menit secara bertahap. Kemudian lanjutkan dengan
pemasangan pacu jantung, sesuai dengan sarana yang tersedia (transcutaneus temporary pace mak er dan tran sv enous te mporar y p a c e maker). Pada penatalaksanaan selanjutnya dilakukan pemasangan pacu jantung permanen. BlokAV Pengobatan hanya diberikan pada penderita yang simtomatik. Walaupun demikian etiologi penyakit dan riwayat alamiah penyakit ikut menentukan tindakan selanjutnya. Bila penyebabnya obat-obatan maka harus dihentikan. Demikian pula bila penyebabnya oleh karena faktor metabolik
yang reversibel maka faktor-faktor tersebut juga harus dihilangkan (seperti hipotiroidisme, asidosis, gangguan elektrolit dan sebagainya). Bila penyebab yang mendasarinya diketahui dan bila hal itu bersifat sementara, maka mungkin hanya perlu diberikan pengobatan sementara (pacu jantung sementara) seperti halnya pada infark miokard akut inferior. Pada penderita yang simptomatik, perlu dipasang pacu jantung permanen. BlokAV total Pada keadaan gawat darurat (simptomatik/asimptomatik) berikan
sulfas atropin (SA) 0,5-1 mg IV (total 0,04 mg/kgBB), atau isoproterenol. Bila obat tidak menolong, pasang alat pacu jantung sementara, selanjutnya dilakukan pemasangan pacujantung permanen.
KOMPLIKASI Sinkop, tromboemboli bila disertai takikardia, gagal jantung.
PROGNOSIS Tergantung penyebab, berat gejala dan respons terapi 42
KaidiolDgL
WEWENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen
Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam—Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
•
RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICCU
•
RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, ICCU
R E FE R E N S I /. Panggabean MM. Bradiaritmia. Dalam. In: Simadibraia M, Setiaii S, Alwi I,
Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1999.p. 161-5. 2. Karo KS. Disritmia. In: Rilantono LI, Baraas F, Kara KS, Roebiono PS, editors. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1999. p. . 3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: SJaifoellah N, Wdspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid /, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. .
Panduan Pelayanan Medik PAPDI EDEMA � R U J A KU T (KARDIAK) PENGERTIAN Edema paru akut (kardiak) adalah Akumulasi cairan di pam-paru secara tiba-tiba akibat peninggian tekanan intravaskular
DIAGNOSIS Riwayat sesak napas yang bertambah hebat dalam waktu singkat (jam atau hari) disertai gelisah, batuk dengan sputum berbusa kemerahan
�emeriksaan flsik: • Sianosis
sentral • Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih • Ronki basah nyari di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut asma kardial • Takikardia dengan gallop S3 • Murmur bila ada kelainan katup Elektrokardiografi • Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung penyebab gagal jantung • Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri
atau aritmia bisa ditemukan Laboratorium • Analisi gas darah pO� rendah, pCO� mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia • Enzim kardiospesifik meningkat j ika penyebabnya infark miokard Foto toraks Opasifikasi hilus dan bagian basal paru kemudian makin ke arah apeks paru kadangkadang timbul efusi pleura Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung; Kelainan katup, hipertrofi ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormality (penyakit jantung koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi
ventrikel kiri dan atrium kiri
DIAGNOSIS BANDING Edema paru akut non kardiak, emboli paru, asma bronkial
PEMERIKSAAN P E NUNJANG Darah rutin, ureum, kreatinin, analisis gas darah, elektrolit, urinalisis, foto toraks, EKG, Enzimjantung (CK-CKMB, Troponin T), ekokardiografi transtorakal, angiografi koroner
44 Kardioloy
TERAPI 1. Posisi Vi duduk 2. Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk: pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah,
Pa02 tidak bisa dipertahankan > 60 mmHg dangan 0 2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi C02, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator/bipep 3, Inflis emergens! 4. Monitor tekanan darah, monitor EKQ oksimetri bila ada 5. Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5
ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid. Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak
memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital 6. Morfin sulfat: 3-5 mg iv, dapat diulangi tiap 25 menit sampai total dosis 15 mg 7. Diuretik:
flirosemid mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip kontinu sampai dicapai produksi urin 1 ml/kgBB/ jam 8. Bila perlu (tekanan darah turun/tanda hipoperfiisi): Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis atau keduanya. 9. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard 10. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis
atau tidak berhasil dengan terapi oksigen 11. Atasi aritmia atau gangguan konduksi 12. Operasi pada komplikasi akut infarkjantung akut, seperti regurgitasi, VSD, dan ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae.
KOMPLIKASI Gagal napas
PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respons terapi
WEWENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis
Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNITTERKAIT
• •
RS pendidikan: ICCU, Departemen Anestesi, Bedah toraks RS non pendidikan: Bagian Anestesi, ICCU/ICU, Bedah
\
�
R E F E RE N S I Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal Jantung Akut dan Gagal Jantung Kronik. In: SimadibrataM,
SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, eds. PedomanDiagno¬ sis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 1999.p. . Kardiologi
ENDOKARDITI�INFEKTIF PENGERTIAN Endokarditis’ infektif adalah Inflamasi pada endokard yang biasanya melibatkan katup dan jaringan sekitamya yang terkait dengan agen penyebab infeksi
DIAGNOSIS Kriteria Klinis Duke untuk Endokarditis Infektif (EI): EI definite:
•
Kriteria Patologis Mikroorganisme ; ditemukan dengan kultur atau histologi dalam vegetasi yang
mengalami emboli atau dalam suatu abses intrakardiak Lesi patologis : vegetasi atau terdapat abses intrakardiak yang dikonfirmasi dengan histologis yang menunjukkan endokarditis aktif •
Kriteria klinis : menggunakan defmisi spesiflk, yaitu :Dua kriteria mayor atau satu mayor dan tiga kriteria minor atau lima kriteria minor Kriteria Mayor: 1, Kultur darah positif untuk
endokarditis Infektif (EI) A. Mikroorganisme khas konsisten untuk EI dari 2 kultur darah terpisah seperti tertulis di bawah ini: (i) Streptococci viridans, streptococcus bovis atau grup HACEK atau (ii) Community acquired Staphylococcus aureus atau enterococci tanpa ada fokus primer atau B. Mikroorganisme konsisten dengan EI dari kultur darah positif persisten didefinisikan sebagai: (i) > 2 kultur dari sampel darah yang diambil terpisah > 12 jam atau (ii) Semua dari 3 atau mayoritas dari
> 4 kultur darah terpisah (dengan sample awal dan akhir diambil terpisah > 1 jam) 2. Bukti keterlibatan kardial A. Ekokardiografi positif untuk EI didefinisikan sebagai: (i) Massa intrakardiak oscilating pada katup atau struktur yang menyokong, di jalur aliran jet regurgitasi atau pada material yang diimplantasikan tanpa ada altematif anatomi yang dapat menerangkan, atau (ii) Abses, atau (iii) Tonjolan baru pada katup prostetik atau B. Regurgitasi valvular yang baru teijadi (memburuk atau
berubah dari murmur yang ada sebelumnya tidak cukup) Kriteria Minor: 1. Predisposisi: predisposisi kondisi jantung atau pengguna obat intravena 2. Demam: suhu > 3 8�C Panduan Pelayanan Medik PAPDI Fenomena vaskular: emboli arteri besar, infark pulmonal septik, aneurisma mikotik, perdarahan intrakranial, perdarahan konjungtiva, dan lesi Janeway. 4. Fenomena imunologis : glomerulonefritis. Osier’s nodes. Roth Spots, dan faktorreumatoid. 5. Bukti mikrobiologi: kultur darah
positiftetapi tidak memenuhi kriteria mayor seperti tertulis diatas atau bukti serologis infektif aktif oleh mikroorganisme konsisten dengan EI 6. Temuan kardiografi: konsisten dengan EI tetapi tidak memenuhi kriteria seperti tertulis di atas 3.
EI possible Temuan konsisten dengan EI turun dari kriteria definite tetapi tidak memenuhi kriteria rejected E l Rejected Diagnosis altematif tidak memenuhi manifestasi endokardits atau resolusi
manifestasi endokarditis dengan terapi
antibiotik selama 4 hari
DIAGNOSIS BANDING Demam rematik akut dengan karditis, sepsis tuberkulosis milier, lupus eritematosus sistemik, glomerulonefritis pasca streptokokus, pielonefritis,poliarteritis nodosa, reaksi obat
PEMERIKSAAN P E NU NJ A NG Darah rutin, EKQ foto toraks, ekokardiografi, transesofageae ekokardiografl, kultur darah
TERAPI Prinsip terapi
adalah oksigenasi, cairan intravena yang cukup, antipiretik, antibiotika. Regimen yang dianjurkan (AHA) 1. Endokarditis katup asli karena Streptococcus viridans dan Str. Bovis : • Penisilin G kristal juta unit/24 jam ivkontinu atau 6 dosis terbagi selama 4 minggu atau seftriakson 2 g Ikali/hari iv atau im selam 4 minggu • Penisilin G kristal juta unit/24 jam iv kontinu atau 6 dosis terbagi selama 2 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu
Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu 2. Endokarditis katup asli karena Str. Viridans dan Str Bovis relatif resisten terhadap Penisilin G • Penisilin G kristal 18 juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4 minggu dengan gentamicin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 2 minggu • Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam
kecuali kadar serum dipantau selama 4 minggu • K�diologi 3.
Endokarditis karena Enterococci • Penisilin G kristal juta unit/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu • Ampisilin 12 g/24 jam/24 jam iv kontinu atau dalam 6 dosis terbagi selama 4 – 6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu • Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam
iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam selama 4-6 minggu dengan gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu 4. Endokarditis karena Stafilokokus tanpa materi prostetik. a Regimen untuk Methicilin Succeptible Staphylococci – Nafsilin atau oksasilin 2 g IV tiap 4 jam selama 4-6 minggu dengan opsional ditambah gentamisin sulfat 1 mg/kgBB im atau iv tiap 8 jam selama 3-5 hari b. Regimen untuk pasien alergi beta laktam
•
•
Cefazolin (atau
sefalosporin generasi I laian dalam dosis setara) 2 g iv tiap 8 jam selama 4-6 minggu dengan opsional ditambah gentamisin sulfat Img/kgBB imatau iv tiap 8jam selama 3—5 hari Vankomisin hidroklorida 30 mg/kgBB/24 jam iv dalam 2 dosis terbagi, tidak > 2g/24 jam kecuali kadar serum dipantau selama 4-6 minggu
Operasi dilakukan bila Bakteremia yang menetap setelah pemberian terapi medis yang adekuat, gagal jantung kongestifyang tidak responsif terhadap terapi medis, vegetasi yang menetap
setelah emboli sistemik, dan ekstensi perivalvular
KOMPLIKASI Gagal jantung, emboli, aneurisma nekrotik, gangguan neurologi, perikarditis
PROGNOSIS Tergantung beratnya gejala dan komplikasi
WE WEN ANG •
•
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Penyakit Dalam –
Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Penyakit Dalam
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: Departemen Bedah RS non pendidikan: Bagian Bedah
R E F E RE N S I Alwi /. Diagnosis dan Penatalaksanaan Endokarditis Infektifpada Penyalah guna Obat Intravena. In: SetiatiS, Sudoyo AW, Alwi I, Bawazier LA, Soejono CH, LydiaA, etal, editors. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Umu Penyakit Dalam 2000. Jakarta: Pusat Informasi dan
Penerbitan Bagian Umu Penyakit Dalam FKUI;2000. p. Kaidiologi
�IBRILASI ATRIAL PENGERTIAN FIBRILASl ATRIAL (FA) adalah Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi antara permenit.
DIAGNOSIS Gambaran EKG berupa adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “P” dengan frekuensi antara per menit Klasifikasi FA Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari: 1. Primer : bila tidak
ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia. 2. Sekunder : bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia
Klasifikasi FA berdasarkan waktu timbulnya Fibrilasi atrial (FA) serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus : 1. Paroksismal, bila FA berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun 2 Persisten, bila FA
menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan. 3. Pennanen bila FAberlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah FA dapat pula dibagi menjadi: 1. FAAkut, bila timbul kurang dari 48 jam 2 FA Kronik, bila timbul lebih dari 48 jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• • •
EKG bila perlu gunakan Holter Monitoring pada pasien AF paroksismal. Foto toraks, ekokardiografi untuk mengetahui adanya penyakit primer
Pemeriksaan elektrofisiologi tidak diperlukan kecuali untuk kepentingan akademik
TERAPI Fibrilasi Atrial Paroksismal 1. Bila asimptomatik, tidak diberikan obat antiaritmia, hanya diberi penerangan saja. 2 Bila menimbulkan keluhan yang memerlukan pengobatan dan tanpa kelainan jantung atau disertai kelainan jantung minimal dapat diberi obat penyekat beta atau obat antiaritmia kelas IC seperti propafenon atau flekainid. 3. Bila obat tersebut tidak berhasil, dapat diberikan amiodaron. 4. Bila
dengan obat-obat itu juga tidak berhasil, dipertimbangkan terapi ablasi atau obat-obat antiaritmia lain. 5. Bila disertai kelainan jantung yang signifikan, amidaron mempakan obat pilihan.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Fibrilasi atrial persisten 1. Bila FA tidak kembali ke irama sinus secara spontan kurang dari 48 jam, perlu dilakukan kardioversi ke irama sinus dengan obat-obatan (farmakologis) atau elektrik tanpa pemberian antikoagulan sebelumnya. Setelah kardioversi
diberikan obat antikoagulan paling sedikit selama 4 minggu. Obat antiaritmia yang dianjurkan kelas IC (propafenon dan flekainid) 2. Bila FA lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya maka pasien diberi obat antikoagulan secara oral paling sedikit 3 minggu sebelum dilakukan kardioversi farmakologis atau elektrik. Selama periode tersebut dapat diberikan obat-obat seperti digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium untuk mengontrol laju irama ventrikel. Altematif lain pada pasien tersebut
dapat diberikan heparin dan dilakukan pemeriksaan TEE untuk menyingkirkan adanya trombus kardiak sebelum kardioversi. 3. Pada FApersisten episode pertama, setelah dilakukan kardioversi tidak diberikan obat antiaritmia profilaksis. Bila terjadi relaps dan perlu kardioversi pada pasien ini dapat diberikan antiaritmia profilaksis dengan penyekat beta, golongan kelas IC (propafenon, flekainid), sotalol atau amiodaron.
Fibrilasi Arial Permanen 1. Kardioversi tidak efektif 2. Kontrol laju
ventrikel dengan digoksin, penyekat beta, atau antagonis kalsium. 3. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan ablasi nodus AV atau pemasangan
4.
pacu jantung permanen. FA resisten, perlu pemberian antitromboemboli
KOMPLIKASI Emboli, strok, trombus intrakardiak
PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
WE WENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit
Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT • •
RS pendidikan: Departemen Bedah toraks, ICCU, Anestesi RS non pendidikan : ICCU, Departemen Anestesi, Bedah Kardiobgi REFERENSI 1. IsmailD. FibrilasiAtrial: AspekPencegahan TerjadinyaStrok. In: SetiatiS, SudoyoAW, Alwil, Bawazier LA,
Kasjmir Y, MansjoerA, editors. Naskah Lengkap Perfemuart Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000. p. . Karo KS. Disritmia. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, Karo KS, Roebiono PS, editors.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta, Balai Penerbit FKUI; 1999. p. . 3. Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta; Balai Penerbit FKUI; 1996. p. . 4. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 1999. p. .
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
GAGAL JANTUNG KRONIK P E N G E RTI A N Gagal jantung kronik merupakan Sindrom klinis yang kompleks
akibat kelainan fungsi atau struktural jantung yang mengganggu kemampuan jantung untuk berfungsi sebagai pompa
DIAGNOSIS Anamnesis : Dispnea d’ effort’, orthopnea’, paroxysmal nocturnal dispnea’, lemas; anoreksia dan mual; gangguan mental pada usia tua Pemeriksaan Fisik: Takikardia, gallop bunyi jantung ketiga, peningkatan/ekstensi venajugularis , refluks hepatojugular, pulsus alternans, kardiomegali, ronkhi basah halus di basal paru, dan bisa meluas di kedua lapang paru bila gagal
jantung berat, edema pretibial pada pasien yang rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura, lebih sering pada paru kanan daripada paru kiri. Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dangan hipertensi vena sistemik, ikterus, berhubungan dengan peningkatan kedua bentuk bilirubin, ekstremitas dingin, pucat dan berkeringat.
KRITERIA
DIAGNOSIS Kriteria Framingham : Diagnosis ditegakkan bila terdapat paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor Kriteria Mayor • Paroxysmal nocturnal dispnea • Distensi vena-vena leher • Peningkatan vena jugularis • Ronki • Kardiomegali • Edema paru akut • Gallop bunyi jantung III • Refluks hepatojugular positif
Kriteria Minor Edema ekstremitas • Batukmalam • Sesak pada aktivitas • Hepatomegali • Efusi pleura • Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal • Takikardia (>120
denyut per menit)
Mayor atau minor Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari terapi
DIAGNOSIS BANDING
• • •
Penyakit paru : pneumonia, PPOK, asma eksaserbasi akut, infeksi paru berat misalnyaARDS, emboli paru Penyakit ginjal: gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik Penyakit hati: sirosis hepatis
54 K�diologi
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Penunjang • Foto rontgen dada : Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke apeks paru
(opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks) , peningkatan tekanan vaskular pulmonar, kadang-kadang ditemukan ellisi pleura. • Elektrokardiografi :Membantu menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofl, dan Iain-lain) Dapat ditemukan low voltage, T inversi, QS, depresi ST, dan Iain-lain Laboratoratoiium • Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin, tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah • Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau
glukosuria. Ekokardiografi Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi dan struktur jantung, katup dan perikard.Dapat ditemukan fraksi ejeksi yang rendah
TERAPI Non farmakologi •
Anjuranumum: a. b.
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan Aktivitas sosial dan pekeijaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa dilakukan c. Gagal jantung berat hams menghindari penerbangan panjang d. Vaksinasi terhadap infeksi influensa dan pneumokokus bila mampu e. Kontrasepsi dengan lUD pada gagal jantung sedang dan berat, penggunaan hormon dosis rendah masih dapat dianjurkan.
•
Tindakan umum: a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan. b. Hentikan rokok c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi g/hari pada yang lainnya d. Aktivitas fisik (latihan jasmani: jalan 3-5 kali/minggu selama menit atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung
ringan dan sedang) e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
•
Farmakologi a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
b.
c.
d. e. f jugularis normal dan menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat
dinaikkan, berikan diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu
sampai dosis yang efektif. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau metoproloL Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik. Angiotensin II antagonis reseptor dapat diguna kan bila ada kontraindikasi
penggunaan penghambat ACE Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat Memberi hasil yang baik pada pasien yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal j antung disfungsi
sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, penghambat ACE, penyekat beta. g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan em¬ boli serebral pada penderita dengan
fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel. h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau aritmia ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I hams dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia kelas III temtama amiodaron dapat digunakan untuk terapi aritmia
atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak, L Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
KOMPLIKASI Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS Tergantung klas fiingsionalnya
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
56 Kardiologi
UNIT
YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan; ICCU / ICU
REFERENSI 1. Panggabean MM, Suryadipraja RM. Gagal JantungAkut dan Gagal Jantung Kronik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maiyantoro , Gani RA, Mansjoer A, eds. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999.p. . 2. A CC/AHA. ACC/AHA Guidelinesfor the Evaluation and Management of Chronic Heart Failure in Adult: Executive Summary. A Report o f The American College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to Revise the 1995 Guidelines for the Evaluation and Management o f Heart Failure). Circulation 2001; 104: .
Panduan Pelayanan Medik PAPDI TAKIKARDIA ATRIAL PAROKSISMAL PENGERTIAN Takikardia atrial paroksismal adalah takikardia yang teijadi karena perangsangan yang berasal dari AV node di mana sebagian rangsangan antegrad ke ventrikel sebagian ke atrium
DIAGNOSIS Gelombang P dapat negatif di depan kompleks QRS, terletak di belakang kompleks QRS atau sama sekali tidak ada karena berada dalam kompleks QRS.Jarak R-R teraturKompleks QRS langsing, kecuali pada rate ascendent aberrant conduction
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• • • • •
EKG 12 sandapan Rekaman EKG 24jam Pemeriksaan Elektrofisiologi Ekokardiografi Angiografi koroner
•
TEE (Transesofageal Echocardiografi)
TERAPI Manipulasi saraf autonom dengan manuver valsava, eye ballpressure� pemijitan sinus karotikus dan sebagainya 2. Pemberian obat yang menyekat node AV a. Adenosin atau adenosin Tri Phosphate (ATP) IV. Obat ini harus diberikan secara intrvena dan cepat (flush) b. Verapamil intravena c. Obat penyekat beta d. Digitalisasi
Pilihan utama adalah ATP dan verapamil. 3. Bila sering berulang dapat dilakukan ablasi dengan terlebih dahulu EPS untuk menentukan lokasi bypass tract atau ICD mu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Anestesi RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Anestesi
REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In : Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI :1996. p. . 2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidangllmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: I999.p. . 1.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI PERIKARDITIS PENGERTIAN Perikarditis peradangan pada perikard
parietalis, viseralis atau kedua-duanya, yang dapat bermanifestasi sebagai : perikarditis akut, efusi perikard tanpa tamponade, efusi perikard dengan tamponade, perikarditis konstriktif
DIAGNOSIS Tergantung manifestasi klinis perikarditis : Perikarditis akut Sakit dada tiba-tiba substernal atau prekordial, yang berkurang bila duduk dan bertambah sakit bila menarik napas (sehingga perlu dibedakan dengan pleuritis).Pada pemeriksaan fisik ditemukan friction rub. EKG menunjukkan ST elevasi
cekung (bedakan dengan infark jantung akut dan repolarisasi dini). Foto jantung normal atau membesar Tamponade Pada fase awal terjadi peninggian tekanan vena jugularis dengan cekungan x prominen dan hilangnya cekungan y (juga terlihat pada kateter vena sentral). Pada
fase selanjutnya timbul tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada saat inspirasi), pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > mmHg pada inspirasi, terlihat pada arterial line atau tensimeter).
Penurunan tekanan darah. Umumnya tamponade disertai: pekak hati yang meluas, bunyi jantung melemah, friction rub, takikardia.Foto toraks menunjukkan: • paru normal kecuali bila sebabnya kelainan paru seperti tumor • Jantung membesar membentuk kendi (bila cairan > 250 ml) • EKG low voltage, elektrikal ahemans (gelombang QRS saja, atau P, QRS dan T) • Ekokardiografi ; efusi perikard moderat sampai berat, swinging heart dengan kompresi diastolik vena kava inferior, atrium kanan dan ventrikel
kanan • Kateterisasi; peninggian tekanan atrium kanan dengan gelombang x prominen serta gelombang y menurun atau menghilang. Pulsus paradoksus dan ekualisasi tekanan diastolik di ke-4 ruang jantung (atrium kanan, ventrikel kanan, ventrikel kiri dan PCW) Perikarditis Konstriktif • Kelelahan, denyut jantung cepat, dan bengkak. • Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda gagal jantung seperti peningkatan tekanan vena jugularis dengan cekungan x dan y yang prominen, hepatomegali, asites dan edema • Pulsus
paradoksus (pada bentuk subakut) • End diastolic sound knock) (lebih sering pada kronik) • Tanda Kusmaull (peninggian tekanan vena jugularis pada inspirasi) terutama pada yang kronik. • Foto toraks; kalsifikasi perikard, jantung bisa membesar atau normal. • Echo CT Scan dan MRI bisa mengkonfirmasi foto toraks. Bila CT Scan/MRI Kardiologi
•
normal maka diagnosis perikarditis konstriktif hampir pasti sudah bisa disingkirkan. Kateterisasi menunjukkan perbedaan tekanan
atrium kanan, diastolik ventrikel kanan, ventrikel kiri, dan rata-rata PCW
DIAGNOSIS BANDING
• • •
Perikarditis akut: infark jantung akut, emboli paru, pleuropneumonia, diseksi aorta, akut abdomen Eflisi pcrikard/tamponade: kardiomiopati dilatasi atau gagal jantung, emboli paru, Perikarditis konsirikiiva: kardiomiopati restriktif
PEMERIKSAANi PE NU NJANG EKG, foto toraks, ekokardiografi (terutama bila
tersangka pericardial efusion), Kateterisasi, CT Scan, MRI
TERAPI Perikarditis Akut • Pasien hams dirawat inap dan istirahat baring untuk memastikan diagnosis dan diagnosis banding serta melihat kemungkinan terjadinya tamponade • Simptomatik dengan aspirin 650 mg/4 jam atau GAINS indometasin mg/6 jam. Dapat ditambahkan morfin 2-5 mg/6jam atau petidin mg/4jam, hindarkan
•
steroid karena sering menyebabkan ketergantungan. Bila tidak membaik dalam 72 jam, maka
prednison mg/hari dapat dipertimbangkan selama 5-7 hari dan kemudian tapering off. Cari etiologi/kausal
Efusi Perikard • Sama dengan perikarditis akut, disertai pungsi perikard untuk diagnostik �mponade Jantung • Perikardiosentesis perkutan • Bila belum bisa dilakukan perikardiosentesis perkutan, infus normal salin 500 ml dalam menit disertai dobutamin 2-10 ug/kgBB/menit atau isoproterenol 220 ug/menit • Kalau perlu membuat j endela perikardial dengan: a. Dilatasi balon
melalui perikardiostomi j arum perkutan b, Pembedahan (dengan mortalitas sekitar 15%) untuk membuat j endela perikardial dapat dilakukan bila : tidak ada cairan yang keluar saat perikardiosentesis, tidak membaik dengan perikardiosentesis, kasus trauma • Pembedahan yang dapat dilakukan : 1. Bedah sub-xyphoidperikardiostomi 2. Reseksi perikard lokal dengan bantuan video 3. Reseksi perikard anterolateral j antung • Pengobatan kausal; bila sebabnya antikoagulan, harus dihentikan; antibiotik,
antituberkulosis, atau steroid tergantung etiologi, kemoterapi intraperikard bila etiologinya tumor. Panduan Pelayanan Medik PAPDI Perikarditis Konstrikitiva • Bila ringan diberikan diuretika atau dapat dicoba GAINS • Bila progresif, dapat dilakukan perikardiektomi
KOMPLIKASI • •
Perikarditis akut: chronic relapsing pericarditis, efusi perikard, tamponade, perikarditis konstriktiva Efusi perikard/ tamponade: henti jantung, aritmia : fibrilasi atrial atau flutter,
perikarditis konstriktiva.
P RO GN OS I S Tergantung beratnya gejala dan komplikasi yang terjadi
WEWENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi kepada dokter konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
•
•
RS pendidikan; ICCU / medical High Care, Departemen Bedah RS non pendidikan : ICCU / ICU, Bagian Bedah
R E FE R E N S I Ismail D, Panggabean MM. Perikarditis. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, WldodoD, IsbagioH, etal, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid A edisi ketiga, Jakarta: Balai Penerbit FKUJ ;l996.p. IQ77-SL 2. Panggabean MM, Mansjoer H. Perikarditis, Dafam : Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryxwtoro . Gani RA. Maiisjoer A, editors, Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerhitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999. p. I. Kardiologi
BINDROM KORONER AKUT PENGERTIAN Sindrom koroner akut suatu keadaan gawat darurat jantung dengan manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup : 1. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST 2. Infark miokard akut tanpa elevasi segmen
ST 3. Angina pektoris tak stabil unstable angina pectoris)
DIAGNOSIS Anamnesis Nyeri dada tipikal (angina) berupa nyeri dada substernal, retrostemal, dan prekordial. Nyeri seperti ditekan, ditindih benda berat, rasa terbakar, seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir. Nyeri menjalar ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/ interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obatnitrat, atau tidak. Nyeri dicetuskan oleh latihan fisik,
stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Dapat disertai gejala mual, muntah, sulit bemapas, keringat dingin, dan lemas. �lektrokardiogram • Angina pektoris tidak stabil : depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada nyeri, tidak
• •
dijumpai gelombang Q Infark miokard ST elevasi: hiperakut T, elevasi segmen ST, gelombang Q inversi gelombang T Infark miokard non ST elevasi: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam.
Petanda Biokimia • CK, CKMB, Troponin-T, dll • Enzim meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal
DIAGNOSIS BANDING
• •
Angina pektoris tak stabil: infark miokard akut Infark miokard akut: diseksi aorta, perikarditis akut, emboli paru akut, penyakit dinding dada, Sindrom Tietze, gangguan gastrointestinal seperti: hiatus hernia dan refluks esofagitis, spasme atau ruptur esofagus, kolesistitis akut, tukak lambung, dan pankreatitis akut.
PEMERIKSAAN pENUNJANg EKG
Foto rontgen dada Petanda biokimia: darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll Profil lipid, gula darah, ureum kreatinin Ekokardiografi Panduan Pelayanan Medik PAPDI • •
Tes Treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard) Angiografi koroner
TERAPI • • • • •
Tirah baring di ruang rawat intensif jantung (ICCU) Pasang infiis intravena dengan N a d 0,9% atau dekstrosa 5% Oksigenisasi dimulai dengan 2 liter /menit 2-3 jam, dilanjutkan bila sarurasi oksigen arteri rendah (<
90%) Diet: puasa sampai bebas nyeri, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung. Pasang monitor EKG secara kontinu
Atasi nyeri dengan • Nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik
Antitrombotik • Aspirin ( mg), bila alergi atau intoleransi/ tidak responsif diganti dengan tiklopidin atau klopidogrel. Trombolitik dengan streptokinase 1,5 jutalJ dalam 1 jam atau aktivator plasmino¬ gen jaringan (t-PA) bolus 15 mg, dilanjutkan dengan 0,75 mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB (maksimal 35 mg) dalam 60 menit jika elevasi segmen ST > 0,1 mv pada dua atau lebih sadapan ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mv pada dua atau lebih sadapan prekordial berdampingan, waktu mulai
nyeri dada sampai terapi kontrol.Pada angina pektoris tak stabil heparin 5000 unit bolus intravena, dilanjutkan dengan drip 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL Pada infark miokard akut yang ST elevasi > 12 jam diberikan heparin bolus intravena 5000 unit dilanjutkan dengan inflis selama rata-rata 5 hari dengan menyesuaikan aPTT 1,5-2 kali nilai kontroL Pada infark miokard anterior transmural luas antikoagulan diberikan sampai saat pulang rawat. Pada penderita dengan
trombus ventrikular atau dengan diskinesi yang luas di daerah apeks ventrikel kiri antikoagulan oral diberikan secara tumpang tindih dengan heparin sejak beberapa hari sebelum heparin dihentikan. Antikoagulan oral diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan dengan menyesuaikan nilai INR (2-3) Kardiologi
Atasi rasa takut atau cemas Diazepam 3 X 2-5 mg oral atau IV Pelunak tinja laktulosa (laksadin) 2 X 15 ml
• * •
Penyekat Beta diberikan bila tidak ada kontraindikasi
Penghambat ACE diberikan bila keadaan menizinkan terutama pada infark miokard akut yang luas, atau anterior, gagal jantung tanpa hipotensi, riwayat infark miokard Antagonis kalsium : verapamil untuk infark miokard non ST elevasi atau angina pektoris tak stabil bila nyeri tidak teratasi
Atasi komplikasi: 1. Fibrilasi atrium • Kardio versi elektrik untuk pasien dengan gangguan hemodinamik berat atau iskemia intraktabel • Digitalisasi cepat • Penyekat Beta • Diltiazem atau verapamil bila
penyekat beta dikontraindikasikan • Heparinisasi 2. Fibrilasi ventrikel DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika tak berhasil harus diberikan 5/20cA:kedua J dan jika perlu �//oc�ketiga 360 J. 3. Takikardia ventrikel • VT polimorfik menetap (> 30 detik) atau menyebabkan gangguan hemodinamik : DC Shock unsynchronized dengan energi awal 200 J, jika gagal harus diberikan shock kedua J dan jika perlu shockkQiigdi 360 J
•
VT monomorfik yang menetap
diikuti anina, edema paru atau hiptensi harus diterapi dengan DC shock synchronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal. • VT monomorfik yang tidak disertai angina, edema paru atau hipotensi dapat diberikan: Lidokain bolus 1-15 mg/kg BB. Bolus tambahan 0,5- 0,75 mg/kg BB tiap 5-10 menit sampai dosis loading total maksunal 3 mg/kgBB. Kemudian loading dilanjutkan dengan infiis 2-4 mg/menit (30-50 ug/kgBB/menit); atau Disopiramid: bolus 1-2 mg.kgBB dalam 5-10 menit
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg BB/jam; atau Amiodaron 150 mg infus selama menit atau 5 ml/kgBB20-60 menit dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliha raan 0,5 mg/menit; atau Kardioversi Q\QkXn](. synchronized dimulai dosis 50 J (anestesi sebelumnya) 4. Bradiaritmia dan blok • Bradikardia sinus simtomatik (frekuensi jantung tingkat nodus AV (derajat dua tipe 1 atau derajat tiga dengan ritme escape kompleks sempit) • Terapi dengan sulfas atropin 0,5-2 mg. Isoproterenol 0,5-4 ug/menit bila atropin gagal, sementara menunggu pacu jantung sementara Panduan Pelayanan Medik PAPDI .
Gagal jantung akut, edema paru, syok kardiogenik diterapi sesuai standar pelayanan medis mengenai kasus ini 6. Perikarditis • Aspirin ( mg/hari) • Indometasin, • Ibuprofen • Kortikosteroid 7. Komplikasi mekanik •
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel ditatalaksana operasi.
KOMPLIKASI 1.
Angina pektoris tak stabil : payah jantung, syok kardiogenik, aritmia, infark miokard akut 2. Infark miokard akut (dengan atau tanpa ST elevasi) : gagal jantung, syok kardiogenik, ruptur korda, ruptur septum, ruptur dinding bebas, aritmia gangguan hantaran, aritmia gangguan pembentukan rangsang, perikarditis, sindrom dresler, emboli paru.
PROGNOSIS Tergantung
daerah jantung yang terkena, beratnya gejala, ada tidaknya komplikasi
WEWE NANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU
REFERENSI 1. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In: Bawazier LA, Al��i 1, SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Presiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUf; 2001. p. 32-42. 2. Harun S, Aiwi I, Rasyidi K. Infark Miokard Akut. In: Simadibrata M. Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI:1999.p. . Santoso T Tatalaksana Infark MiokardAkut. In: Subekti I, LydiaA, Rumende CM, Syan AF, Mansjoer A, Suprohaita, editors. Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 1-10. K�diologi
RENJATAN KARDIOGENIK PENGERTIAN Renjatan kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena
ketidakmampuan daya pompa jantung
DIAGNOSIS Trias renjatan: tekanan darah trombosis katup prostetik Elektrokardiografl 1. Tanda iskemia, infark, hipertrofi, low voltage 2. Aritmia: AVblok, bradiaritmia, takiaritmia Foto toraks opsifikasi hilus dan bagian basal paru, kemudian makin ke arah apeks paru. Kadangkadang efusi pleura Ekokardiografi Kontraktilitas ventrikel kiri atau ventrikel kanan yang buruk, dilatasi ventrikel kiri
atau atrium kiri atau arteri pulmonalis, Regurgitasi katup, Miksoma atrium, Efusi perikard dengan tamponade, Kardiomiopati hipertrofik,
Perikarditis konstriktiva
DIAGNOSIS BANDING Syok hipovolemik Syok obstruktif (emboli paru, tension pneumotoraks) Syok distributif (syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat Infark j antung kanan
• • •
PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin, ureum, kreatinin, AGD, elektrolit, foto toraks, EKQ Enzimjantung (CKCKMB, Troponin T), Angiografi koroner
TERAPI 1. 2.
Posisi Vi duduk bila ada edema paru kecuali hipotensi berat Oksigen (40-50%) sampai 8 liter/menit bila
perlu dengan masker. Jika memburuk: • pasien makin sesak, takipnu, ronki bertambah, Pa02 tidak bisa dipertahankan > 60 mmHg dangan konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO�, hipoventilasi,
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10,
11. atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat: dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator Infus emergensi Bila ada tension pneumotoraks segera diidentifikasi dan ditatalaksana imtuk
dekompresi dengan chest tube torakotomi Atasi segera aritmia dengan obat atau DC Jika ada defisit volume yang ikut berperan berikan normal salin ml kecuali ada edema paru akut. Jika terapi cairan gagal pasang kateter Swan Ganz. EKG prekordial kanan untuk deteksi gagal jantung kanan bila ada infark akut inferior Penilaian cukup tidaknya volume paling baik dengan kateter Swan Ganz untuk mendapatkan PAWR Jika pemberian cairan kontraindikasi atau tidak efektif berikan vasopressor untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 1 GO mmgHg. Dopamin dimulai dengan 5 ug/kgBB/menit dititrasi sampai tercapai target mempertahankan tekanan darah atau sampai 15 ug/kgBB/menit. Tambahkan norepinefrin bila tekanan darah menunggu tindakan intervensi bedah. Jika tekanan darah sudah stabil dapat diberikan vasodilator untuk mengurangi afterload dan memperbaiki fiingsi pompa terutama berguna pada : hipertensi berat, edema paru, dekompensasi katup. Nitrolgliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan nitroprusid.
Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/ menit bila tidak memberi respons dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
12. Bila perlu: Diberikan Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau dobutamin 2-10 ug/kgBB/ menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respons klinis 13.
Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard 14. Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau tidak berhasil dengan terapi oksigen 15. Atasi aritmia atau gangguan konduksi 16. Operasi pada komplikasi akut infark jantung akut seperti regurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel atau korda tendinae
KOMPLIKASI Gagal napas
PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
68 Kardiologi
WEWENANG • •
RS
pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: ICCU / medical High Care, Departemen Bedah toraks / Jantung. RS non pendidikan: ICCU / ICU, Bagian Bedah, Anestesi
REFERENSI 1. Panggabean MM, SuryadiprajaRM. GagalJantungAkut dan GagalJantungKronik. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I,
Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbiian Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;I999. p. . 2. Trisnohadi HB. Syok kardiogenik. In: Prosiding Simpsosium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Ilmu Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2000.p. 11-16. 3. Harun S, Mansjoer H. Diagnosis dan Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut. In: Bawazier LA, Alwi I,
SyamAF, Gustaviani R, Mansjoer A, editors. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular Jakarta:Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2001. p. 32-42.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI FIBRILASI V E N T R I K U L A R PENGERTIAN Fibrilasi ventrikular adalah kelainan irama jantung dengan tidak ditemukan depolarisasi ventrikel yang terorganisasi sehingga ventrikel tidak mampu berkontraksi sebagai suatu kesatuan dengan irama yang sangat
kacau serta tidak terlihat gelombang P, QRS maupun T
DIAGNOSIS EKG: kompleks QRS sudahberubah sama sekali, amplitudo R sudah mengecil sekali.
PEMERIKSAAN PENUNJANG EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografi, angiografi koroner
TERAPI 1.
DC shock dengan evaluasi dan shock sampai 3 kali j ika perlu dimulai dengan 200 Joule, kemudian Joule dan 360 Joule. 2. Resusitasi jantung paru selama tidak ada irama jantung yang efektif (pulsasi di pembuluh nadi
besar tidak teraba). 3. Bila teratasi penatalaksanaan seperti takikardia ventrikular.
KOMPLIKASI Emboli paru, emboli otak, henti jantung
PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi
WEWENANG •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam
•
RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non
pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU
R E F E RE N S I 1.
Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilidl, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. .
70 Kardiologi 2.
Makmun LH. Gangguan Irama Jantung.
In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1999. p .
Panduan Pelayanan Medik PAPDI TAKIKARDIAVENTRIKULAR PENGERTIAN Takikardia ventrikular adalah kelainan irama jantung berupa tiga atau lebih kompleks yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laj u lebih dari 100 per menit.
DIAGNOSIS EKG: frekuensi kompleks QRS meningkat, kali/menit, kompleks QRS melebar, hubungan gelombang P dan kompleks QRS tidak tetap
DIAGNOSIS BANDING Supraventrikular takikardia dengan konduksi aberans
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG EKG 12 sandapan, Rekaman EKG 24 jam, Ekokardiografi, Angiografi koroner, Pemeriksaan elektrofisiologi
TERAPI • •
Atasi penyakit dasar : bila iskemia maka dilakukan revaskularisasi koroner, bila payah jantung maka diatasi payah jantungnya
Pada keadaan akut: Bila mengganggu hemodinamik: dilakukan DC shock Bila tidak mengganggu hemodinamik : dapat diberikan antiaritmia dan bila tidak berhasil dilakukan DC shock DC 5/;oc� diberikan dan dievaluasi sampai 3 kali (200 Joule, Joule, 360 Joule atau bifasik ekuivalen) jika perlu. Antiaritmia yang diberikan: lidokain atau amiodaron. Lidokain diberikan mulai dengan bolus dosis 1 mg/kgBB (50-75 mg dilanjutkan dengan rumatan 2-4 mg/kgBB). Bila masih timbul bisa diulangi bolus
50mg/kgBB. Untuk amiodaron dapat diberikan 15 mg/kg BB bolus 1 jam dilanjutkan 5 mg/kg BB bolus /drip dalam 24 jam sampai dengan 1000 mg/24 jam.
Untuk jangka panjang Bila selama takikardia tidak terjadi gangguan hemodinamik maka dapat dilakukan tindakan ablasi kateter dari ventrikel kiri maupun ventrikel kanan. Hal ini terutama untuk ventrikular takikardia reentran cabang berkas. Bila selama takikardia terjadi gangguan hemodinamik perlu dilakukan tindakan konversi dengan defibrilator,
kalau perlu pemasangan defibrilator jantung otomatik.
KOMPLIKASI Emboli paru, emboli otak, kematian
PROGNOSIS Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terapi 72 Kardiologi
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan : ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU
REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan Gangguan Irama Jantung Yang Spesifik. In: Sjaifoellah N, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996. p. . 2. Makmun LH. Gangguan Irama Jantung. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, MansjoerA, editors. Pedoman
Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p . 1.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI EKSTRASISTOL VENTRIKULAR PENGERTIAN Ekstrasistol ventrikular adalah suatu kompleks ventrikel prematur timbul secara dini di salah satu ventrikel akibat cetusan dini dari suatxi fokus yang otomatis atau melalui mekanisme reentri.
DIAGNOSIS •
P sinus biasanya terbenam dalam kompleks QRS,
segmen ST atau gelombang T, kompleks QRS muncul lebih awal dari seharusnya, QRS melebar (> 0,12 detik), gambaran QRS wide and bizzare, segmen ST dan gelombang T berlawanan arah dengan kompleks QRS, bila karena mekanisme reentri maka interval antara kompleks QRS normal yang mendahuluinya dengan kompleks ekstrasistol ventrikel akan selalu sama. Bila berbeda maka asalnya dari fokus ventrikel yang berbeda
Pemeriksaan Penunjang EKG 12 sandapan, rekaman EKG 24 jam, ekokardiografl, angiografi
koroner
TERAPI •
Tidak perlu diobatijikajarang, timbul padapasien tanpa/tidak dicurigai kelainan jantung organik •. Perlu pengobatan bila terjadi pada keadaan iskemia miokard akut, bigemini, trigemini, atau multifokal, alvo ventrikel. •. Koreksi gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa, dan hipoksia • Obat: xilokain intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB dilanjutkan infus 2-4 mg/ menit. Obat altematif; prokainamid, disopiramid, amiodaron, meksiletin. Bila pengobatan tidak
perlu segera, obat-obat tersebut dapat diberikan secara oral,
KOMPLIKASI VT/VF, kematian mendadak
PROGNOSIS
Tergantung penyebab, beratnya gejala dan respons terap
WEWENANG • •
RS pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Kardiologi RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam
74
K�diobgi
UNIT TERKAIT
• •
RS pendidikan: ICCU / medical High Care RS non pendidikan: ICCU / ICU
REFERENSI Trisnohadi HB. Kelainan GangguanlramaJantung Yang Spesifik, In: SjaifoellahN, Waspadji S, Rachman M, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, et al, editors. Buku Ajar llmu Penyakit Dalam JilidI, edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996. p. . .3 PULMONOLOGI Pulmonologi
HEMOPTISIS P E N G E RTI A N Hemoptisis adalah ekspektorasi darah
dari saluran napas. Darah bervariasi dari dahak disertai bercak/lapisan darah hingga batuk berisi darah saja. Batuk darah masif adalah batuk darah lebih dari 100 mL hingga lebih dari 600 mL darah dalam 24 jam.
DIAGNOSIS •
Anamnesis – batuk, darah berwama merah segar, bercampur busa, – batuk sebelumnya, dahak (jumlah, bau, penampilan), demam, sesak, nyeri dada, riwayat penyakit paru, penurunan berat badan, anoreksia – penyakit komorbid, riwayat penyakit sebelumnya – kelainan
perdarahan, penggunaan obat antikoagulan / obat yang dapat menginduksi trombositopenia – kebiasaan: merokok
•
• •
• • •
Pemeriksaan fisik – orofaring, nasofaring: tidak ada sumber perdarahan. – paru : ronk basah atau kering, pleuralfriction rub, – jantung : tanda-tanda hipertensi pulmonal, mitral stenosis, gagal jantung Foto toraks : Menentukan lesi paru (lokal/difus), kardiak Laboratorium – DPL, LED, ureum, kreatinin, urin lengkap – Hemostasis (aPTT): bila perlu –
Sputum: pemeriksaan BTA langsung dan kultur, pewamaan Gram, kultur MOR Bronkoskopi: Menentukan lokasi sumber perdarahan dan diagnosis CT scan toraks: Menemukan bronkiektasis, malformasi AV Angiografi: Menemukan emboli paru, malformasi AV
DIAGNOSIS BANDING Sumber trakeobronkial: – Neoplasma (karsinoma bronkogenik, tumor metastasis endobronkial, dll) – Bronkitis (akut dan kronik) Bronkiektasis Bronkiolitiasis Trauma – Benda asing Sumber parenkim paru: – Tuberkulosis paru � Pneumonia – Abses
paru – Mycetoma fungus hall) –
•
Sindrom Goodpasture
Panduan Pelayanan Medik PAPDI –
Granulomatosis Wegener Pneumonitis lupus Sumber vaskular Peningkatan tekanan vena pulmonal (stenosis mitral) Emboli paru MalformasiAV Hematemesis Perdarahan nasofaring Koagulopati, pengobatan trombolitik/antikoagulan
Pemeriksaan penunjang • Foto toraks • Laboratorium: – DPL, LED, ureum, kreatinin, urine lengkap – Hemostasis: bila perlu – Sputum: pemeriksaan BTA, pewamaan Gram,
kultur MOR, • Bronkoskopi: bila perlu • CT Scan toraks: bila perlu TERAPI Hemoptisis masif: Tujuan terapi adalah mempertahankan jalan napas, proteksi paru yang sehat, menghentikan perdarahan. • Istirahat baring, kepala direndahkan tubuh miring ke sisi sakit • Oksigen • Infus, bila perlu transfusi darah • Medikamentosa: – Antibiotika – Kodein tablet untuk supresi batuk – Koreksi koagulopati: Vitamin K intravena • Bronkoskopi: diagnostik dan terapeutik topikal (bilas air es,
instilasi epinefrin), • Intubasi selektif pada bronkus paru yang tidak berdarah (bila perlu)
Indikasi operasi • Batuk darah • Batuk darah • Batuk darah berhenti
pada pasien batuk darah masif: > 600 cc/24 jam, dan pada observasi tidak berhenti 100 – 250 cc/24 jam, Hb 10 g/dL, dan pada observasi 48 jam tidak
Hemoptisis non-masif: Tujuan terapi adalah mengendalikan penyakit dasar. Terapi konservatif
sesuai penyakit dasar
KOMPLIKASI Asfiksia, atelektasis, anemia 80
Puhnonobgi
PROGNOSIS Tergantung pada penyebabnya.
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam ,Paru
UNIT TERKAIT
• •
RS
pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi, Patologi Klinik RS non pendidikan: Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru
REFERENSI 1.
Uyainah A. Hemoptisis. In: Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapl di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p. . 2. Approach to the Patient. In: Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior
RM, editors. Fishman s Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3″� ed. New York: McGraw-Hill; 2002.p. 16-21. 3. Weinberger SE, Braunwald E. Cough and Hemoptysis. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison j Principles of Internal Medicine.15’� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 203-7.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI EFUSI PLEURA PENGERTIAN Eflisi pleura adalah adanya cairan di rongga pleura > 15 mL, akibat ketidakseimbangan gaya
Starling, abnormalitas stniktur endotel dan mesotel, drainase limfatik terganggu, dan abnormalitas site of entry (defek diafragma) Tipe efusi pleura 1. Efusi transudatif: cairan pleura bersifat transudat (kandungan konsentrasi protein atau molekul besar lain rendah). Efusi transudatif teijadi karena perubahan faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab; • gagal j antung kongestif, • sindrom nefrotik, • sirosis hati, • sindrom Meigs, • hidronefrosis, •
dialisis peritoneal, • efusi pleura maligna / paramaligna: karena atelektasis pada obstruksi bronkial,
atau stadium awal obstruksi limfatik, 2 Efusi eksudatif: cairan pleura bersifat eksudat (konsentrasi protein lebih tinggi dari transudat). Efusi eksudatif terjadi karena perubahan faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan absorpsi cairan pleura. Penyebab • Tuberkulosis • Efusi parapneumonia; eflisi pada pneumonia • Keganasan; metastasis (karsinoma paru, kanker mammae, limfoma,
ovarium, dll), mesothelioma • Emboli paru • Penyakit abdomen: penyakit pankreas, abses intraabdominal, hernia diafragmatika, • Penyakit kolagen (LES, dll) • Trauma • Chylothorax • Uremia • Radiasi • Sindrom Dressier • PascaCABG • Penyakit pleura diinduksi obat: amiodarone, bromocriptine, • Penyakit perikardium Chylothoraks: timbul bila terjadi disrupsi ductus thoracicus dan akumulasi chylus di rongga pleura keadaan ini disebabkan trauma, atau tumor mediastinum. Hemothoraks: cairan pleura
mengandung darah, dan Ht cairan pleura > 50 % Ht darah tepi keadaan ini disebabkan trauma atau ruptur pembuluh darah atau tumor. 82 PulinonolDgi Efusi pleura maligna: dapat ditemukan sel-sel ganas yang terbawa pada cairan pleura atau ditemukan pada jaringan pleura saat biopsi pleura Efusi paramaligna: eflisi yang disebabkan keganasan, tetapi sel-sel neoplasma tidak dapat ditemukan pada cairan pleura atau jaringan pleura. Efusi paramaligna dapat berupa cairan transudat.
DIAGNOSIS
Anamnesis: Nyeri, Sesak, Demam Pemeriksaan flsik Restriksi ipsilateral pada pergerakan dinding dadaBila > 300 mL cairan: • Bagian bawah / daerah cairan : : redup perkusi fremitus taktil dan fokal : menghilang suara napas : melemah s.d. menghilang,fremitus (saat awal) : terdorong ke kontralateral trakea Di atas dari cairan ; penekanan paru/konsolidasi
Foto torak • PA: sudut kostofrenikus tumpul (bila > 500 mL cairan)* • Lateral: sudut kostofrenikus tumpul (> 200 mL cairan)• PA /
Lateral: gambaran perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah, biasanya relatif radioopak, permukaan atas cekung USG: menentukan adanya dan lokasi cairan di rongga pleura, membimbing aspirasi eflisi terlokulasi (terutama bila ketebalan efusi perifer dengan empy¬ ema terlokulasi. Pungsi pleura (torakosentesis) dan analisis cairan pleura: melihat komposisi cairan pleura dan membandingkan komposisi cairan pleura dengan darah. Dinilai secara: Makroskopis: • Transudat = jemih, sedikit kekuningan • Eksiidat = wama lebih gelap, keruh, = • Empiema opak, kental = • Eflisi kaya kolesterol berkilau seperti satin • Efusi = chylous seperti susu Mikroskopis: • Sel leukosit matur: neoplasma, limfoma, TBC • Sel leukosit predominasi PMN: pneumonia, pankreatitis Panduan Pelayanan Medik PAPDI Kimiawi • Protein • LDH • Cairan disebut eksudat bila memenuhi salah satu dari 3 kriteria: – Rasio kadar protein total cairan pleura / serum > 0,5″ – Rasio kadar LDH cairan pleura / serum > 0,6 – Kadar LDH > 200 lU atau > 2/3 batas atas nilai normal serum • Jika eflisi pleura eksudat , selanjutnya diperiksakan: – Kadar glukosa Kadar amilase – PH Hitungjenis Kadar
lipid: trigliserida – Pemeriksaan mikrobiologi dan sitologi. – Amilase – Tes bakteriologi: pewamaan Gram, kultur MOR, pemeriksaan BTA langsung dan kultur BTA – Sitologi DIAGNOSIS BANDING Transudat, eksudat, chylothorax, empiema (lihat di atas)
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG
• • • • • •
Foto toraks PA, lateral dan lateral dekubitus, Analisis cairan pleura Pemeriksaan cairan pleura; BTA langsung, kultur BTA, kultur mikroorganisme + resistensi Sitologi cairan pleura
(dengan atau tanpa cytospin) USG toraks CT scan
TERAPI Efusi karena gagal jantung • Diuretik. • Torakosentesis diagnostik bila: – Efusi menetap dengan terapi diuretik – Efusi unilateral Efusi bilateral, ketinggian cairan berbeda bermakna – Efusi + febris – Efusi + nyeri dada pleuritik Efusi Parapneumonia/ Empiema Torakosentesis +Antibiotika± drainase (lihat lampiran algoritme). Efusi pleura liarena pleuritis Tuberkulosis Obat anti Tuberkulosis (minimal 9 bulan) + kortikosteroid dosis 0,75
-1 mg/kgBB/ hari selama 2-3 minggu, setelah ada respons diturunkan bertahap + torakosentesis terapeutik, bila sesak atau efusi > tinggi dari sela iga III Pubnonologi Efusi pleura keganasan* • Drainase dengan chest tube + pleurodesis kimiawi. Kandidat yang baik untuk pleurodesis ialah: Terjadi rekurens yang cepat Angka harapan hidup: minimal beberapa bulan – Pasien tidak debilitasi – Cairan pleura dengan pH > 7,30• Altematif pasien yang tidak dapat dilakukan pleurodesis
ialahpleuroperitoneal shunt. • Terapi kanker paru (lihat PPM kanker paru). Kemoterapi sistemik pada limfoma, kanker mammae dan karsinoma paru small cell Radioterapi pada limfoma dan chylothorax limfomatous dengan keterlibatan KGB mediastinum. • Pasien dengan lama harapan hidup pendek atau keadaan buruk: torakosentesis terapeutik periodik. Chylothoraks Chest tube/thoracostomy sementara, selanjutnya dipasang pleuroperitoneal shunt
Hemotoraks Chest tube/thoracostomy, Bila perdarahan > 200
mL/jam, pertimbangkan torakotomi Efusi karena penyebab lain: Atasi penyakit primer
KOMPLIKASI Efusi pleura berulang, efusi pleura terlokalisir, empiema, gagal napas
PROGNOSIS
• •
Dubia: tergantung penyebab, dan penyakit komorbid. Prognosis buruk pada efusi pleura maligna.
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS
pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru
UNIT TERKAIT • •
RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Patologi Anatomi RS non pendidikan ; Bagian Bedah, Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Patologi Anatomi, Mikrobiologi klinik
Panduan Pelayanan Medik PAPDI REFERENSI 1.
Uyainah A. Efusi Pleura. In: Simadibraia M,
Setiati S, Alwi 1, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUl, 1999:2101.
2.
Rosenbluth DB. Pleural Effusions: Nonmalignant and Malignant. In: FishmanAP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM, editors. Fishman j Manual of Pulmonary Diseases and Disorders. 3″� ed. New York: McGraw-Hill, 2002: . 3. Light RW. Disorders of the Pleura,
Mediastinum, and Diaphragm. In: Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison 5 Principles of Internal Medicine.15’� ed. New York: McGraw-Hill, 2001:1513-6. Pulmonologi
PNEUMOTORAKS PENGERTIAN Pneumotoraks adalah akumulasi udara di rongga pleura disertai kolaps paru. Pneumotoraks spontan : terjadi tanpa trauma atau penyebab jelas: • Pneumotoraks spontan primer: Pada orang sehat. Faktor risiko; merokok. Penyebab : umumnya ruptur bleb
subpleural atau bullae. • Pneumotoraks spontan sekunder: pada penderita PPOK, tuberkulosis paru, asma, cysticfibrosis� pneumonia Pneumocystis carinii, dll. Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang didahului trauma, termasuk : biopsi transtorakal, ventilasi mekanik, pemasangan kateter vena sentral, torakosentesis, biopsi transbronkhial, dll. Menurut jenis flstulanya, dibagi atas: 1. Pneumotoraks ventil 2. Pneumotoraks terbuka 3. Pneumotoraks tertutup
DIAGNOSIS Gejala: nyeri dada,
akut, terlokalisir, dispnea (pada pneumotoraks ventil: tiba-tiba, makin hebat), batuk, hemoptisis Pemeriksaan Fisik: • Takipneu, • Sisi terkena (ipsilateral): – Statis: lebihmenonjol – Dinamis: pergerakan berkurang/tertinggal – Fremitus: menghilang – Perkusi: hipersonor – Auskultasi: suara napas melemah – menghilang • Tanda pneumotoraks tension: – Keadaan umum sakit berat Denyut jantung > 140 x/m – Hipotensi Takipneu, pemapasan berat – Sianosis – Diaforesis – Deviasi trakea ke sisi
kontralateral – Distensi vena leher Foto toraks: • Tepi luar pleura viseral terpisah dari pleura parietal oleh ruangan lusen • PA tegak pneumotoraks kecil: tampak ruangan antara paru dan dinding dada pada apeks, Panduan Pelayanan Medik PAPDI •
Bila perlu foto saat ekspirasi: mediastinal shift, depresi diafragma, ekspansi rib cage
CT Scan: membedakan pneumotoraks terlokulasi dari kista atau bullae AGD : hipoksemia, mungkin disertai hipokarbia (karena hiperventilasi) atau
hiperkarbia.
DIAGNOSIS BANDING Penyakit tromboemboli paru, pneumonia, infark miokardium, PPOK eksaserbasi akut, eflisi pleura, kanker paru
PEMERIKSAAN PE NUNJA NG Foto toraks CT scan toraks Analisis gas darah : bila diperlukan
TERAPI • • •
Pneumotoraks unilateral kecil ( keluar. Jika tidak resolusi dengan aspirasi atau volume udara besar: konsul Bagian Bedah/Subbagian Bedah Toraks untuk pertimbangan pemasangan
thoracostomy tube. Tube disambungkan ke water sealed chamber� dapat disertai suction untuk 24 jam pertama atau selama masih ada kebocoran udara. Setelah 24 jam tidak terjadi pneumotoraks lagi: tube dapat dicabut. Jika pneumotoraks rekurens: – Pleurodesis kimiawi dengan zat iritan terhadap pleura, atau: – Konsul Bagian Bedah / Subbagian Bedah Toraks
untuk pertimbangan: – Pleurodesis mekanik (abrasi permukaan pleura parietal atau stripping atau pleura parietal), Torakoskopi, atau Open thoracotomy. Indikasi: – Kebocoran udara memanj ang, – Reekspansi paru tidak sempuma – Bullae besar – Risiko pekeij aan Indikasi relatif: – Pneumotoraks tension – Hemopneumotoraks – Bilateral pneumotoraks – Rekurens ipsilateral / kontralateral
•
KOMPLIKASI Gagal napas, pneumotoraks tension, hemopneumotoraks, infeksi/piopneumotoraks, penebalan
pleura, atelektasis, pneumotoraks rekurens, emfisema mediastinum, edema paru reekspansi PulinonolDgi
PROGNOSIS Dubia: tergantung tipe penyakit dasar, faktor pemberat/ komorbid.
WEWE NANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit
Dalam, Paru
UNIT TERKAIT
• •
RS Pendidikan: Departemen Bedah / Toraks, Radiologi / Radiodiagnostik RS non pendidikan: Bagian Bedah, Paru, Radiologi
REFERENSI L
Bahar A. Pneumothoraks. In Simadibrata M, Setiati S, Alwi I, Maryantoro, Gani RA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PusatInformasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI;1999.p.22l2. 2. Rosenbluth DB. Pneumothorax. In Fishman AP. Elias JA,
Fishman JA, Grippi MA, Kai¬ ser LR, Senior RM, editors. Fishman’s Manual ofPulmonary Diseases andDisorders. 3″� ed. New York: McGraw-Hill: 2002.p. 507.
3. Light RW. Disorders of the Pleura, Mediastinum, and Diaphragm. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison’s Principles of Internal Medicine. IS”” ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. .
89 Panduan Pelayanan Medik PAPDI
PNEUMONIA DIDAPAT Dl MASYARAKAT
P E N G ERTIA N Pneumonia
adalah Inflamasi parenkim paru yang disebabkan mikroorganisme selain Mikobakterium tuberkulosis. Pneumonia Didapat Di Masyarakat Community-acquiredPneumonia, CAP) • Pneumonia pada individu yang menjadi sakit di luar rumah sakit, atau dalam 48 jam sejak masuk rumah sakit • infeksi akut pada parenkim paru yang berhubungan dengan setidaknya beberapa infeksi gejala akut, disertai adanya gambaran inflltrat akut pada radiologi toraks atau temuan auskultasi yang sesuai dengan pneumonia (perubahan
suara napas dan atau ronkhi setempat) pada orang yang tidak dirawat di rumah sakit atau tidak berada pada fasilitas perawatan jangka panjang selama > 14 hari sebelum timbulnya gejala (IDSA 2000) Etioiogi penyebab Grup I: rawat jalan, tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi • Streptococcus pneumoniae • Mycoplasma pneumoniae
• • • •
Chlamydia pneumoniae (tunggal atau infeksi campuran) Hemophilus influenzae Respiratory viruses Lain: Legionella spp., Mycobacterium
tuberculosis, fungi endemik
Grup 11: rawat jalan, dengan penyakit kardiopulmonal, dan / atau faktor modifikasi • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP ) • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik atau virus) • Hemophilus influenzae • Enterik gram negatif • Respiratory viruses • Lain: Moraxella catarrhalis, Legionella spp, aspirasi ( anaerob ), Mycobacte¬ rium tuberculosis, fungi endemik Grup 111: rawat inap Non-lCU a. Dengan penyakit
kardiopulmonal dan / atau faktor modifikasi (termasuk penghuni pantijompo) • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP) • Hemophilus influenzae • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik ) Pulmanobgi • • •
• • b.
Enterik gram negatif Aspirasi (Anaerob) Vitus
Legionella spp Lain: Mycobacterium tuberculosis,�mgi endemik, Pneumocystis carinii
Tanpa penyakit kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi • Streptococcus
pneumoniae • Hemophilus influenzae • Mycoplasma pneumoniae • Chlamydia pneumoniae • Infeksi campuran (bakteri + patogen atipik ) • Vnus • Legionella spp • Lain; Mycobacterium tuberculosis, fungi endemik, Pneumocystis carinii
Grup r v : RawatlCU a. Tanpa resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa • Streptococcus pneumoniae (termasuk DRSP ) • Legionella spp • Hemophilus influenzae • Enterik gram negatif • Staphylococcus aureus • Mycoplasma pneumoniae • Respiratory Virus • Lain:
Chlamydiapneumoniae,Mycobacterium tuberculosis, f\mg\ endemik
b.
Ada resiko infeksi Pseudomonas aeruginosa • Semua patogen diatas (IV.a) • + Pseudomonas aeruginosa
DIAGNOSIS Rencana diagnostikbertujuan: 1. Diagnostik adanya CAP: • Foto paru terdapat infiltrat baru atau infiltrat yang bertambah • Terdapat 2 dari 3 gejala berikut: demam, batuk + sputum produktif, leukositosis (pada penderita usia lanjut: gejala dapat tidak khas/tersamar, seperti lesu, tidak mau makan, dll) 2
Pengkajian awal derajat berat penyakit dengan The Pneumonia PORT prediction rule atau Pneumonia Severity o f Illness Index (PSI): Berdasarkan proses dua langkah yang mengevaluasi faktor demografis, penyakit komorbid, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologis, pasien distratifikasi menjadi lima kelas risiko mortalitas dan outcome: • Pasien dengan kondisi berikut dimasukkan dalam kelas risiko II-V – Usia di atas 50 tahun Terdapat riwayat penyakit komorbid: > keganasan >
gagal jantung kongestif Panduan Pelayanan Medik PAPDI
• 3.
• • • •
> penyakit serebrovaskular > penyakit ginjal > penyakit hati – Terdapat kelainan pada pemeriksaan fisis: > perubahan status mental > nadi > 125 kali/menit > pemapasan >30 kali/menit > tekanan darah sistolik suhu 40�C Selain kondisi di atas pasien dimasukkan dalam kelas risiko I Identifikasi penyebab mikrobiologis (lihat tabel 4): pewamaan Gram
sputum kultur sputum kultur darah pemeriksaan serologis, pemeriksaan antigen, pemeriksaanpolymerase chain reaction (PGR), dan tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan torakoskopi): bila diperlukan.
DIAGNOSIS BANDING Tuberkulosis paru, jamur
PEMERIKSAAN P E NUNJANG • • foto toraks pulse oxymetry
•
Laboratorium Rutin; DPL, hitung jenis, LED, Glukosa darah, Ureum, Creatinin,
SGOT,SGPT Analisis gas darah, elektrolit Pewamaan Gram sputum Kultur sputum Kultur darah Pemeriksaan serologis Pemeriksaan antigen Pemeriksaan polymerase chain reaction ( PGR), Tes invasif (torakosentesis, aspirasi transtrakheal, bronkoskopi, aspirasi jarum transtorakal, biopsi paru terbuka dan thorakoskopi
• • • • • • • •
TERAPI Tata laksana Umum: Rawatjalan: • Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan
parasetamol • Ekspektoran�mukolitik • Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan • Kontrol setelah 48 j am atau lebih awal bila diperlukan 92 Pulmonobgi •
Bila tidak membaik dalam 48 jam: dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks
Keputusan mcrawat pasien di RS ditentukan oleh: • Derajat berat CAP (lihat di atas) • Penyakit terkait, • Faktor prognostik lain, • Kondisi dan dukungan orang di rumah • Kepatuhan, keinginan pasien. Raw at inapdi RS :
• Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaOj > 8 kPa dan SaO� > 92 % • Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas dituntun dengan pengukuran analisis gas darah berkala • Cairan: bila perlu dengan cairan intravena • Nutrisi • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik” Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang
memuaskan Rawat dilCU : • Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial. Terapi Antibiotika • Pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin, berdasarkan perkiraan etiologi yang menyebabkan CAP pada kelompok pasien tertentu, sesuai pedoman terapi empirik inisial ATS 2001. Syarat untuk alih terapi (ATS 2001):
–
berkurangnya keluhan batuk dan sesak napas, suhu afebris
(
KOMPLIKASI •
CAP berat: Bila memenuhi satu kriteria mayor (dari 2 kriteria modifikasi) atau dua kriteria minor (dari 3 kriteria minor modifikasi). Kriteria minor yang dikaji saat masuk RS: 1. gagal napas berat (PaO�/FIO� < 250), 2. Foto toraks: pneumonia multilobaris, 3. TD sistolik • 93 Panduan Pelayanan Medik PAPDI • • • • Sepsis, syok sepsis Gagal ginjal akut Efusi parapneumonik Bronkiektasis PROGNOSIS Tergantung pada derajat berat penyakit, penyakit komorbid, status imunologis, dll. WEWENANG • • RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam UNIT YANG MENANGANI • • RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Paru UNIT TERKAIT • • RS Pendidikan: Divisi Tropik- Infeksi, Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik, Parasitologi, Anestesi / ICU RS non pendidikan : Bagian Paru, Patologi Klinik, Radiologi, Parasitologi, Mikrobiologi klinik, Anestesi / ICU R E FE R E N S I 1. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management of Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163: . 2. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide¬ linesfor the Management ofCommunity Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001:56 (suppl IV): 1-64. Available at lJRL: hmjiournals,com /cgi/content/full/56/ suppl_4/… 3. Rhew DC, Weingarten SR. Achieving A Safe and Early Discharge for Patients With Community-Acquired Pneumonia. Medical Clinics of North America, November 2001;85(6):1427’40. 4. Bartlett JG, Dowell SF, Mandell LA, File Jr TM, Musher DM, Fine MJ Guidelinesfrom the Infectious Diseases Society of America: Practice Guidelinesfor the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults. Clinical Infectious Diseases 2000;31:34782. I II III IV V Rawat Inap 0,5 0,9 1,2 9,0 27,1 Rawat jalan 0,0 0,4 0,0 12,5 0,0 Semua pasien 0,1 0,6 0,9 9,3 27,0 Rawat jalan Rawat jalan Rawat inap singkat Rawat inap Rawat inap Pulmondogi Tabel 2. Langkah kedua sistem Skor Rumus Prediksi Pneumonia Karakteristik pasien Faktor demografik : Usia Laki-laki Perempuan Penghuni panti jompo Penyakit ko-morbid: Neoplasma Penyakit hati Gagal jantung kongestif Penyakit serebrovaskular Penyakit ginjal Temuan pemeriksaan fisik: Perubahan status mental Frekuensi pemafasan > 30 / menit Tekanan darah sistolik 4 0 ” C Frekuensi nadi > 125 / menit Hasil laboratorium dan radiologis : AGD: pH 30 mg/dl ( 11 mmol/L)
Nilai
Umur ( tahun ) Umur ( tahun ) – 10 + 10 + H10 +10 +20 +20 +20 +15 +10 +30 +20
Natrium
Glukosa 250 mg/dl +10 Hematokrit
Jumlah nilai
Mortalitas
Penatalaksanaan
Cohort validasi Pneumonia PORT (%)
Panduan Pelayanan Medik PAPDI
Tabel 4. Perbandingan Pemeriksaan Diagnostik CAP ATS 2001 Rawat ialan: pasien yang masih mungkin dirawat RS, > 65 th, komorbid
Rawat inan: semua pasien
Lab. rutin
BTS 2001 Rawat ialan: tak perlu untuk mayoritas pasien, Rawat inao harus
pulse oximetry
,
Pemeriksaan oksigenasi: analisa gas darah
Folo thoraks
Gram sputum
Kultur sputum
Kultur darah
Rawat inao: bila tersedia Rawat ialan: dipertimbangkan
Rawat ialan: penyakit dasar jan tung/paru Rawat inao: semua
Rawat inao: harus Rawal ialan: tidak respons thd AB cmpiris Rawat inao: CAP
berat, komplikasi (-I-)
;
Rawat ialan: tidak respons thd AB empiris Rawat inao: bukan CAP berat + dahak purulen + belum AB, CAP berat, tidak respons thd AB empiris Rawat inao : direkomendasikan Rawat inan: CAP berat, tak respons thd beta lactam, faktor resiko, wabah
Rawat ialan: jika klinis/ro mengarah ke prognosis buruk, Rawat inan / Datane ke IGD; direkomendasikan Rawat ialan & inao: PPOK
Rawal ialan: direkomendasikan bila memungki nkan, Rawat inao: harus Rawat
ialan: mayoritas tidak direkomendasikan Rawat inao: direkomendasikan
Rawat inao: £A1 CAP berat
96 Penyakit Tampa Tanpa penyakil Rawat inao: risiko risiko Kardiopulmonal Kardiopulmonal, faktor atau P.aeruginosa direkomendasikan +/P.aeruginosa tanpa modifikasi faktor modikasi
Rawat inao fA.S.K): CAP berat, faktor resiko, wabah Rawat ialan: Batuk produktif persisten,
Rawat inao: Pasien tertentu
Rawat inao: Pasien tertentu
Rawat ialan & inao: Harus
Rawat ialan:
optional Rawat inao: direkomendasikan
optional
Rawat inan: direkomendasikan
Rawat inao: direkomendasikan
Rawat inao : direkomendasikan
Rawat inao : direkomendasikan
Tidak direkomendasikan
Tidak direkomendasikan
direkomendasikan
Rawat inan: CA) CAP berat
Rawat inao CA.K”) CAP berat. > 40 th, tak respons thd beta lactam,
Immunocompromized
Bila klinis sesuai, faktor resiko
B B
GrupHI IV Grup
PiimonolDgi
Rawat ialan:
Rawat inan: CAP berat
Pneumococcal (tytttcrcp tfvt
Pemeriksaan sputum BTA + langsung
Rawat ialan: tak perlu untuk mayontas pasien,
Rawat ialan & inao: Bila cariga bakleri resisten, atau bakteri tak sensitif thd AB yang biasa Rawat ialan & inan: Bila curiga bakteri resisten, atau bakleri tak sensitif thd AB yang biasa
Rawat inan: Tidak rutin direkomendas ikan
Legionella
Rawat
inan: SaO;
Rawat inan:
Tcs i�rologis
Tes antigen (A), serologis (S), kultur (K)
Rawat inao: semua
peny. berat, peny. Paru kronis Rawal ialan & inao: Hams
Rawat inao direkomendas ikan
1DSA2U00
IMA IV A GrupGrup
CRP Pemeriksaan oksigenasi:
:
CIDS 2000 Rawat ialan: jika klinis/ro mcngarah ke prognosis buruk, Rawat inao / Datanp ke IGD: direkomendasikan
. kecarigaan klinis. wabah Rawat inao
Pasien tertentu: batuk > 1 bulan,
IslBlaksana rawal Jalan
Tatalakssna Rawal Inap
CAP
Tanpa Penyakit Kardiopulmonal, tanpa faktor modifikasi
Riwayat penyakit Kardiopulmonal, / atau faktor TnodiUkasI
Grup I
Grup II
Sakil nngan-sedang
Severe CAP
Gambar 2. Stratiflkasi Pasien CAP (ATS 2001) Z
Grup
Karakteristik
I
Rawat jalan, penyakit kardiopulmonal (-) faktor modifikasi (-) Rawat jalan, penyakit
kardiopulmonal (+) Dan/atau Faktor modifikasi (+)
II
III A
Rawat inap, penyakit kardiopulmonal (+) Dan/ atau faktor modifikasi (+)
IIIB
Rawat inap penyakit kardiopulmonal (-) faktor modifikasi (-) Rawat ICU Tanpa resiko Ps.
IV A
Aeruginosa
IV B
Rawat ICU Dengan resiko Ps aeruginosa
Antibiotik
Pilihan
(kedua pilihan ini setingkat)
MAKROLID GENERASI BARU
p- lactam oral: Cefpodoxime, Cefiiroxime,
Amoxicillin dosis tinggi, Amoxicillin/clavulanat. Atau Darenteral: diikuti Ceftriaxone, Cefpodoxime oral Dikombinasi dengan: Makrolid atau doxvcvcline B- lactam IV: Cefotaxime, Ceftriaxone, Ampicillin/sulbactam, Ampicillin dosis tinggi Dikombinasi dengan: Makrolid IV atau oral Atau doxvcvcline Azithromvcin IV Atau: Doxvcvcline dan B- lactam B- lactam IV Cefotaxime Ceftriaxone Dikombinasi dengan: Makrolid IV (Azithromvcin) Atau Fluoroauinolon IV p- lactam antipseudomonas IV tertentu Cefepime
Imipenem Meropenem Piperac i Hi n/tazobactam Dikombinasi dengan : Ouinolon antipseudomonas IV ciprofloxacin
DOXYCYCLINE
Fluoroquinolonantipneumococcus
Fluoroauinolonantipieumococcus IV
Fluoroquinolonantipneumococcus
P” lactam antinseudomonas IV tertentu Cefepime Imipenem Meropenem Piperacillin/tazo bactam Dikombinasi dengan: Aminoslikosida IV Dikombinasi dengan: Makrolid IV (Azithromycin) atau Fluoroauinolon nonnseudomonas IV
Tabel 5,6.Rekomendasi
KHteria AlihTerapi dan Permulangan Tabel (ATS 2001) Pasien (Weingarten dan Ramirez) TerapiEmpiris Ramirez
Weingarten Kriteria alih terapi
Tidak ada alasan yang jelas untuk tetap dirawat; TD sistolik 1 55 mmol/1), rasio BUN: creatinin > 20 : 1, perubahan TD sistolik ortostatik > 20mmHg, perubahan mental akut, hipoksia (saturasi gas darah arteri pada udara kamar respiratorik akut den gan pH
Perbaikan batuk dan sesak napas Absorpsi gastrointestinal adekuat Suhu menjadi normal selama minimal (
Tidak ada pathogen berisiko tinggi: Stapylococcus aureus , aspirasi, pasca-obstruksi, mycobacterial� fungi. Tidak ada komplikasi fatal selama perawatan: infark miokard akut, fibrilasi
ventrikular, takikardia ventrikular, asystole, blok jantung total, fibrilasi atrial tak stabil atau baru, flutter atrial tak stabil atau baru, takikardia supraventrikular, pneumotorak, gagal jantung kongestif
Waktu alih terapi Kriteria pulang
Tidak ada imunosupresi, atau infeksi HIV Hari ke-3 Tidak ada
Jika kriteria alih terapi terpenuhi Kandidat terapi oral Tak perlu tata laksana kondisi komorbid (CHF, dll) Tak perlu tindakan
Waktu Dulane 1
Hari ke-4 *-•
diagnostik (bronkoskopi untuk massa paru) Tak ada indikasi sosial untuk melanjutkan perawatan ( kondisi rumah tak stabil) Jika kriteria pulang terpenuhi A
Pulmonobgi
DIAGNOSIS BANDING Pneumonia didapat di masyarakat (CAP) bronkitis kronik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium: DPL, retikulosit, LED, SCOT, SGPT, serologis Foto toraks
TERAPI
Antibiotik: pemilihan antibiotika dengan spektrum sesempit mungkin: • • Makrolid: Eritromisin Claritomisin 2 X 500
mg – Azitroniicin 1 x 500 mg – Roksitromisin 2×500 mg• Doksisiklin • Respiratory -Fluorokuinolon • + Rifampisin (bila curiga Legionella) Tata laksana umum pneumonia ( = tata laksana umum CAP): Rawatjalan • Dianjurkan untuk tidak merokok, beristirahat, dan minum banyak cairan • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik • Nutrisi tambahan pada penyakit yang berkepanjangan • Kontrol setelah 48 jam atau lebih awal bila diperlukan • Bila tidak membaik dalam 48 jam:
dipertimbangkan untuk dirawat di rumah sakit, atau dilakukan foto toraks Keputusan merawatpasien di RS ditentukan oleh • derajatberat • penyakit terkait • faktor prognostik lain • kondisi dan dukungan orang di rumah • kepatuhan, keinginan pasien RawatinapdiRS • Oksigen, bila perlu dengan pemantauan saturasi oksigen dan konsentrasi oksigen inspirasi. Tujuannya: mempertahankan PaO� � 8 kPa dan SaO� � 92 %. • Terapi oksigen pada pasien dengan penyakit dasar PPOK dengan komplikasi gagal napas
dituntun dengan pengukuran AGD berkala • Cairan: bila perlu dengan cairan intravena • Nutrisi • Nyeri pleuritik/demam diredakan dengan parasetamol • Ekspektoran/mukolitik • Foto toraks diulang pada pasien yang tidak menunjukkan perbaikan yang memuaskan Panduan Pelayanan Medik PAPDI RawatdilCU • Bronkoskopi dapat bermanfaat untuk retensi sekret, mengambil sampel untuk kultur guna penelusuran mikrobiologi lain dan menyingkirkan kelainan endobronkial.
KOMPLIKASI Efusi
pleura, empiema, abses paru, atelektasis, gagal napas, kor pulmonal, pneumotoraks, septikemia, herpes labialis, penyakit tromboemboli
PROGNOSIS Dubia: tergantung derajat berat penyakit, penyakit terkait, faktor prognostik lain
WEWENANG • •
RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS
non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
• •
RS Pendidikan : Departemen Radiologi / Radiodiagnostik, Patologi Klinik, mikrobiologi klinik RS non pendidikan; Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Mikrobiologi klinik
R E F E RE N S I 1. Bahar A. Diagnosis Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/ RSUPN CM. 25 Maret 1999. 2. Suwondo A. Penatalaksanaan Pneumonia Atipik. Makalah Siang Klinik Penyakit Dalam FKUI/RSUPN CM, 25 Maret 1999.
3. American Thoracic Society. Guidelinesfor the Management o f Adults with CommunityAcquired Pneumonia: Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am JRespir Crit Care Med, 2001;163: . 4. British Thoracic Society Standards o f Care Committee. British Thoracic Society Guide¬ linesfor the Management o f Community Acquired Pneumonia in Adults. Thorax 2001;56 (suppl IV):l-64. Available at URL: com/cgi/content/full/56/ suppl_4/… Pulmonoliogi
GAGAL NAPAS PENGERTIAN Gagal napas adalah Ketidakmampuan mempertahankan nilai pH (keasaman), oksigen
(O�), dan karbondioksida (CO�) darah arteri supaya tetap dalam batas normal. Etiologi • Penyakit saluran napas: bronkitis kronik, emfisema, asma bronkial, bronkietasis • Penyakit paru parenkim: pneumonia, edema paru, aspirasi, inhalasi asap, gas • Gangguan hiperpermeabilitas: edema paru, ARD S • Penyakit pembuluh darah: emboli paru, syok kardiogenik, fistula A. V
pulmoner • Trauma; dada, leher, kepala • Gangguan neuromuskular: poliomielitis, sindrom tetanus, Guillain Barre, paralisis diafragma • Obat-obat: barbiturat, narkotik, sedatif, obat-obat relaksasi • Kelainan dinding dada: kifoskoliosis, ankylosing spondylitis • Lain-lain: hipotermia
DIAGNOSIS Sesak napas berat, batuk , sianosis, pulsus paradoksus, stridor, aritmia, takikardia, konstriksi pupil Gagal napas tipe I • PCO2 normal atau meningkat • PO� turun • Umumnya kurus • Wama kulit:
pinkpuffer • Hiperventilasi • Pemapasan; purse-lips Gagal napas tipe 11: • PCO2 meningkat • PO2 menurun • Sianosis • Umumnya kegemukan • Hipoventilasi • Tremor CO� • Edema
DIAGNOSIS BANDING Edema paru, ARDS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• •
Analisis gas darah Foto toraks
Panduan Pelayanan Medik PAPDI • •
Kateter Swan Ganz dengan monitor – tekanan kapiler paru (PCWP) EKG
TERAPI Tahapl • Perbaiki gangguan hipoksemia dengan terapi • Bronkodilator nebulizer • • •
Humidifikasi Fisioterapi dada Antibiotika
Tahapn • B ronkodilator arenteral p • Kortikosteroid Tahapin: • Stimulan pemapasan • Mini trakeostomi ika retensi j sputum TahapIV • Ventilasi Mekanik
KOMPLIKASI Mortalitas
PROGNOSIS Malam
WEWENANG • •
RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam
UNIT YANG MENANGANI
• •
RS pendidikan: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam – Divisi Pulmonologi RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam,
UNIT TERKAIT
• •
RS Pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Radiologi, Anestesi/ICU RS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Paru, Radiologi, Anestesi/ICU
REFERENSI BaharA. GagalNapas. In :SimadibrataM, SetiatiS, Alwil, Maryantoro, GaniRA, Mansjoer A, editors. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI;1999.p. 213-4. Pulmonobgi
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK PENGERTIAN Penyakit paru obstruktif kronik Penyakit yang ditandai dengan adanya perlambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Perlambatan aliran udara umumnya
bersifat progresif dan berkaitan dengan respons inflamasi yang abnormal terhadap partikelatau gas iritan (GOLD 2001).
DIAGNOSIS
•
•
•
•
• •
Keluhan: sesak napas, batuk-batuk kronis,
sputum yang produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala Anamnesis riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas-dll, kemungkinan mengurangi faktor risiko Pemeriksaan fisik Pemapasan pursed lips, Takipnea, – dada emfisematous atau barrel chest dengan tampilan fisik pink puffer atau blue bloater bunyi napas vesikuler melemah
– eksirasimemanjang – ronki kering atau wheezing – bunyi j antung j auh. Diagnosis pasti dengan uj i spirometri: FEV,/FVC
PPOK Eksaserbasi Akut Gejala eksaserbasi: bertambahnya sesak napas, kadang-kadang disertai mengi, bertambahnya
batuk disertai meningkatnya sputum dan sputum menjadi lebih purulen atau berubah wama, Gejala non-spesifik: malaise, insomnia, fatigue, depresi Spirometri: flingsi paru sangat menurun Etiologi eksaserbasi Infeksi mukosa trakeobronkial, terutama Streptococcus pneumonie, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis.
Panduan Pelayanan Medik PAPDI Pajanan polusi udara Kiasifikasi PPOK mGnnrniNationalHeart, Lung and Blood Institute dan WHO Stadium 0 Deraj at Berisiko PPOK Spirometri normal
Kelainan kronik (batuk, sputum prioduktif) Stadium I PPOK ringan VEP,/KVP VEP